Jakarta, Gatra.com - Penasihat Hukum terdakwa mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaluddin, Syamsul Bahri Radjam dari tim menyampaikan permohonan atau petitum kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam petitumnya, Syamsul menyatakan bahwa menyatakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang secara absolut mengadili perkara perkara Nomor: 118/Pid.Sus-TPK/2023/PN.JKT.PST atas nama Terdakwa I Ridwan Djamaluddin.
“Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDS-9/RP-9 /11/2023 tertanggal 29 November 2023 dan dibacakan pada sidang tanggal 06 Desember 2023 batal demi hukum, yang paling penting, melepaskan klien kami dari tahanan serta memulihkan harkat dan martabat serta nama baiknya dalam kedudukannya di masyarakat,” jelas Syamsul dalam keterangannya yang diterima Gatra.com, Kamis (14/12).
Lebih lanjut, Syamsul Bahri membeberkan sejumlah hal penting terkait petitum tersebut. Di antaranya fakta penting yang luput dan tidak dicantumkan di dalam surat dakwaan, di mana pada awal tahun 2021 di masa transisi pascaterbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2020, terjadi peralihan kewenangan penerbitan persetujuan RKAB dari Pemerintah Daerah kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (Ditjen Minerba).
Ia menjelaskan bahwa lonjakan kenaikan permohonan persetujuan RKAB yang sangat signifikan hingga mencapai 4.000 permohonan pada masa itu membuat Ditjen Minerba harus melakukan upaya percepatan untuk menyelesaikannya karena Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2020 secara imperatif memerintahkan penyelesaian permohonan RKAB dalam waktu hanya 14 hari.
Upaya percepatan tersebut, jelas Syamsul Bahri, diberlakukan untuk semua permohonan RKAB dengan tetap berpedoman pada Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 Juncto Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020.
“Upaya luar biasa Dirjen Minerba dan jajarannya tersebut merupakan prestasi dan selaiknya diapresiasi karena terbukti dari laporan resmi Kementerian ESDM, realisasi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pada subsektor minerba tahun 2022 sebesar Rp183,350 trilun atau melebihi 180 persen target minerba tahun 2022 sebesar Rp101,084 trilun dan capaian tahun 2021 sebesar Rp75,380 triliun,” jelas Syamsul Bahri.
“Ini artinya pada saat Terdakwa I Ridwan Djamaluddin menjabat sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM periode 2020 – 2022, dengan kinerja bersama jajarannya justru telah menguntungkan negara dengan nilai PNBP Minerba tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia,” imbuhnya.
Terlebih, kata Syamsul Bahri, hal ini terjadi pada masa Pandemi Covid-19 (tahun 2020-2022). “Di mana kondisi perekonomian dunia dan Indonesia pada khususnya mengalami masa-masa sulit,” ujarnya.
Pihaknya, jelas Syamsul Bahri, mengajukan eksepsi atas dugaan dilanggarnya prinsip due process of law. Karena penetapan Tersangka tersebut dilakukan sebelum Terdakwa I Ridwan Djamaluddin diperiksa sebagai saksi. Dimana pemeriksaan sebagai saksi baru pertama kali dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2023
“Penetapan Tersangka tersebut juga mendahului atau tanpa didasari adanya perhitungan kerugian keuangan negara. Adapun hasil perhitungan kerugian keuangan negara baru keluar empat bulan setelah penetapan Terdakwa sebagai Tersangka, yakni berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara," ungkapnya.
"Padahal berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak berwenang menyatakan adanya kerugian keuangan negara, oleh karenanya menyebabkan perkara ini menjadi cacat hukum,” lanjut Syamsul Bahri
Syamsul mengatakan bahwa perbuatan yang didakwakan kepada kliennya adalah perbuatan administrasi negara. Hal ini karena perbuatan menerbitkan surat persetujuan RKAB PT KKP dan PT TMM tahun 2022 adalah adalah perbuatan tata usaha negara atau administrasi negara dan surat persetujuan RKAB a quo adalah keputusan tata usaha negara atau beschikking.
“Sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009,” bebernya.
Dengan demikian, Syamsul menjelaskan, perbuatan Ridwan Djamaluddin bukan perbuatan pidana korupsi melainkan perbuatan tata usaha negara atau administrasi negara.
“Sehingga haruslah dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum,” ujar Syamsul Bahri.