Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Antam, Fernandes Raja Saor, mengatakan, pihaknya menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Budi Said (BS) yang dikenal sebagai crazy rich Surabaya di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
“Antam dengan tegas menolak PKPU yang diajukan oleh Budi Said,” kata Fernandes dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (12/12).
Ia menyampaikan, pihaknya menolak gugatan PKPU Nomor: 387/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Jkt.Pst. karena kondisi perusahaan Antam sangat sehat dan memiliki kemampuan bayar yang tinggi sehingga tidak masuk akal jika dijatuhi PKPU.
Fernandes menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mendampingi dan mewakili Antam dalam perkara ini.
Kuasa hukum bersama dengan Jamdatun telah menghadiri persidangan pertama PKPU. Pihaknya akan mempersiapkan jawaban untuk membantah permohonan PKPU yang diajukan Budi Said pada persidangan berikutnya.
Lawyer dari Kantor Hukum Fernandes Partnership ini menjelaskan empat alasan pihaknya menolak PKPU yang diajukan oleh Budi Said. Pertama, permohonan PKPU hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Keungan (Kemenkeu).
PKPU hanya bisa dilakukan Kemenkeu karena Antam adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyi unsur kepentingan publik. Ada beberapa putusan yang menjadi jusrisprudensi pengadilan tidak mengabulkan gugatan PKPU, di antaranya putusan Nomor 267 perkara PKPU Waskita Karya dan putusan PKPU terhadap PTNP I.
“Kalau BUMN itu mengelola kepentingan publik dan konsepnya itu adalah erat kaitannya dengan ekonomi, sudah seyogianya majelis hakim memberikan norma yang baik bagi sistem hukum, yaitu harus diajukan Kemenkeu,” katanya.
Kedua, lanjut dia, PKPU diajukan diduga dengan itikad buruk. Budi Said merasa berhak mendapatkan emas seharusnya melanjutkan proses eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya, bukan mengajukan PKPU.
“Selain itu, karena nama Budi Said disebut pada LHP investigasi maka ada dugaan bahwa memang terdapat itikad buruk dalam upaya hukum yang diajukan Budi Said,” ujarnya.
Ketiga, kreditor lain tidak memiliki utang yang jelas karena dasar utang kreditor lain telah diperiksa pengadilan dan dinyatakan tidak dapat diterima dan ada yang telah ditolak pengadilan namun masih dalam proses banding.
Keempat, utang pemohon tidak sederhana, yakni adanya perkara perdata yang sedang berjalan, yakni eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya, Peninjauan Kembali (PK) kedua, dan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) No: 576/Pdt.G/2023/PN JKT.TIM yang masih berjalan yang dapat mengubah status hukum utang piutang antara Antam dengan Budi Said.
Kemudian, kata Fernandes, ada perkara pidana yang sedang berjalan, yakni Nomor: 84/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Sby, No: 85/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Sby, dn No:86/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Sby.
“Pada persidangan tindak pidana korupsi ini ditemukan fakta baru bawah terdakwa Eksi Anggraini mengakui diperintah oleh Budi Said untuk memberikan hadiah kepada oknum-oknum karyawan Antam sehingga Budi Said diduga melakukan tindakan gratifikasi,” ujarnya.
Adanya gratifikasi ini juga didapat dalam putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap perkara penipuan Eksi Anggraini dkk. BS mengakui memberikan uang Rp92 miliar kepada Eksi.
Uang sejumlah itu, lanjut Fernandes, kian dikuatkan dalam perkara korupsi yang membelit tiga terdakwa. Uang tersebut diberikan kepada tiga orang dalam berbagai bentuk. “Ada yang ngasih mobil [Kijang] Innova, umrah, dan emas batangan. Ini fakta peridangan. Ini sangat jelas bahwa Rp92 miliar ini diduga dalam rangka terkait emas diskon,” ujarnya.
Fernandes menegaskan, Antam yang menjadi klienya sangat petuh terhadap putusan hukum dan siap memberikan emas karena memenuhi kemampuan keuangan. Akan tetapi, ada dugaan potensi gratifikasi yang dugan ini dapat berpotensi merugikan keuangan negara yang lebih besar lagi. Atas dasar itu, pihaknya terlebih dahulu menanti putusan hukum perkara lain yang terkait.