Jakarta, Gatra.com - Calon Presiden (Capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, soal apa yang sudah dilakukan Anies selama menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk menekan polusi udara.
Menurut Prabowo, data menunjukkan indeks polusi udara di DKI Jakarta selalu tertinggi di dunia selama 5 tahun Anies menjabat, padahal anggaran Pemerintah Daerah DKI Jakarta mencapai Rp80 triliun per tahun.
Terkait hal tersebut, Anies menjawab bahwa selama ia menjabat, telah memasang alat pantau polusi udara. Menurutnya, polusi udara di Jakarta berasal dari luar Jakarta, penyumbang pertamanya adalah PLTU di luar kota yang masuk ke Jakarta.
“Tapi yang terjadi, ada saat bersih, ada saat kotor. Ada masa minggu pagi Jagakarsa kotor, polusi udara enggak ada KTP, angin enggak ada KTP. Angin sana ke sini ketika polutan PLTU ke Jakarta ada indikator polusi udara, ketika ke Lampung, ke Sumatera ke Laut Jawa yang enggak ada monitor, maka Jakarta bersih,” kata Anies di KPU, Jakarta, Selasa malam (12/12).
Menurut Anies, jika problem pulusi udara ini berasal dari Kota Jakarta saja maka datanya akan konsisten. Ia mengklaim salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan polusi udara di Jakarta adalah dengan pengendalian emisi dari kendaraan motor, dengan pengujian emisi, dan konversi kendaraan umum menjadi elektrik.
“Dulu yang naik kendaraan umum hanya 350 ribu per hari, sekarang 1 juta per hari. Jadi itu kita kerjakan untuk menangani soal polusi di Jakarta,” ujar Capres nomor urut satu ini.
Menanggapi jawaban tersebut, Prabowo menyampaikan, susah kalau menyalahkan angin. Ia pun sempat mengulang pertanyaannya, dengan anggaran sekitar Rp80 triliun, angka ini lebih besar dari anggaran Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang penduduknya lebih banyak dari Jakarta, sudah melakukan apa.
“Dalam lima tahun dengan anggaran Rp80 T, kalau kita menyalahkan angin, hujan dan sebagainya, mungkin tidak perlu ada pemerintahan kalau begitu,” ujar Prabowo.
Anies kemudian langsung menjawab setelah dipersilakan oleh moderator. “Inilah bedanya yang berbicara pakai data [dengan] yang berbicara pakai piksi ya,” katanya.
Anies menjelaskan, sesuai data, memang ada sumber polutan di Kota Jakarta, namun kalau sumber polutannya hanya dari Kota Jakarta, maka secara logika sederhana, angka polutannya tidak akan naik atau turun. Angkanya akan relatif konsisten.
“Pakai logika sederhana sekali, jumlah motor dari hari ke hari sama, jumlah mobil dari hari ke hari sama, maka harusnya angka polusinya sama setiap waktu. Betul tidak?” ujarnya.
Faktanya, meski jumlah sepeda motor dan mobil di Kota Jakarta itu setiap harinya jumlahnya relatif sama, namun angka polusi di Jakarta tiba-tiba naik drastis dan sebaliknya.
“Nanti kalau perlu saya kirimkan gambar satelitnya kepada Bapak, supaya Bapak bisa menyaksikan,” ucapnya.
Anies menyampaikan, inilah mengapa pihaknya ketika itu mengambil langkah dengan menggunakan ilmu pengetahuan, data, dan melibatkan saintis. Pasalnya, kalau enggak menggunakan itu maka enggak ada langkah yang benar.
“Bagaimana pengendalian itu dikerjakan untuk dalam Jakarta, kalau saya terpilih persiden, yang luar Jakarta saya kendaikan juga,” tandasnya.