Jakarta, Gatra.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan, rekomendasi isu hak asasi manusia (HAM) yang telah lebih dahulu mereka serahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah berikan pada salah satu panelis untuk debat calon presiden pada Selasa (12/12) mendatang.
Sebelumnya, pada Kamis (7/12) lalu, KontraS telah menyerahkan rekomendasi terkait isu-isu HAM yang mereka harapkan dapat menjadi materi agenda pertama debat capres. Rekomendasi yang diberikan berisi sembilan topik.
Salah satu topik utama yang didorong adalah terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. “Kami sudah secara aktif menyampaikan ini kepada panelis yang sudah diumumkan,” ucap Rozy Brilian saat diwawancarai di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta, Ahad (10/12).
Rozy mengatakan, usai rekomendasi KontraS diterima oleh pihak KPU pada Kamis lalu, hingga kini, pihaknya belum mendapatkan perkembangan apapun terkait diterima atau tidaknya rekomendasi yang telah diserahkan.
“Kami belum terima sama sekali untuk saat ini, baik dari komisioner atau pemantauan dan statement yang kami pantau dari media. Itu belum ada jawaban langsung dari KPU,” jelas Rozy.
Ia mengatakan, karena sulit menunggu keputusan KPU, KontraS akhirnya berusaha untuk mengontak salah satu panelis yang punya rekam jejak dekat dengan masyarakat sipil.
Rozy pun menyebutkan satu nama tambahan yang ingin ia kontak untuk menyerahkan rekomendasi yang KontraS susun. Untuk kerahasiaan, nama-nama yang disebutkan oleh Rozy tidak Gatra.com tuliskan dalam artikel ini.
Secara keseluruhan, ada sembilan rekomendasi yang KontraS serahkan kepada KPU. Selain isu-isu dan strategi masing-masing paslon untuk menyelesaikan HAM berat, KontraS juga merekomendasikan agar debat membahas mengenai peran presiden dalam rangka memimpin arah dan gerak kemajuan dan peradaban HAM di Indonesia.
Kemudian, terkait peran presiden dalam reformasi sektor keamanan dan cara mencegah TNI dan Polri melakukan pelanggaran HAM. Lalu, terkait langkah strategis untuk menghentikan konflik dan kekerasan berkelanjutan di Papua.
Ada juga tentang komitmen pemerintah untuk memperbaiki pola penentuan kebijakan agar menjadi lebih akuntabel, transparan, dan partisipatif. Kemudian, mengenai perbaikan dan pemulihan situasi dan kebebasan berekspresi yang dinilai KontraS terus memburuk di era Presiden Joko Widodo.
KontraS juga ingin debat mempertanyakan komitmen setiap paslon dalam menghentikan pelanggaran HAM dalam pembangunan, mengembalikan kebebasan akademik, dan menguatkan lembaga HAM untuk melakukan pengawasan dalam kerangka check and balances.