Jakarta, Gatra.com - Komnas HAM bersama dengan Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menandatangani nota kesepahaman, tentang Mekanisme Respons Cepat Lembaga HAM Nasional untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Pembela HAM.
Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan mengatakan, respons cepat ini bertujuan untuk memberikan perlindungan darurat kepada pembela HAM yang mengalami ancaman kekerasan, dan kriminalisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai pembela HAM.
“Mekanisme respons cepat ini diharapkan dapat memotong rantai koordinasi berjenjang dan menetapkan pembagian peran serta protokol komunikasi bersama sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing lembaga,” ucap Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan dalam acara peluncuran Mekanisme Respons Cepat untuk Pembela HAM, Bogor, Kamis (7/12).
Komnas HAM mencatat, sejak tahun 2020- Agustus 2023, Komnas HAM telah menerima dan memproses 39 aduan terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan kepada pembela HAM atau human rights defender.
Hari menjelaskan, klasifikasi pelanggaran HAM yang diadukan adalah hak untuk hidup, hak untuk memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi hak atas rasa aman, serta hak atas kesejahteraan.
Komnas Perempuan pun mencatat, dalam rentang tahun 2013-2023, terdapat 101 kasus kekerasan terhadap perempuan pembela HAM. Kekerasan ini menyasar ke tubuh, seksualitas, atau identitas perempuan yang melekat pada diri pembela HAM. Kekerasan ini terjadi secara langsung, bahkan juga melalui sosial media dan media internet lainnya.
Hari mengatakan, bagi para pembela HAM yang sedang mengalami kondisi darurat atau mengalami kekerasan maupun intimidasi, ia mendorong agar pembela HAM tersebut dapat melakukan pengaduan.
“Pengaduan hanya perlu disampaikan pada salah satu lembaga guna mendapatkan layanan dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, maupun LPSK,” ucap Hari.
Mewakili ketiga lembaga, Hari berharap mekanisme respons cepat untuk perlindungan dan keamanan pembela HAM diharapkan dapat mengisi ruang kosong penanganan, pemulihan, dan kebijakan operasional perlindungan.
Hari juga berharap, mekanisme ini dapat memberikan pemenuhan hak-hak pembela HAM secara inklusif dan dapat mendorong para pembela HAM agar terus berkontribusi dalam pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia.