Jakarta, Gatra.com - Di tengah perekonomian dunia yang masih menghadapi berbagai risiko dan ketidakpastian, ketahanan ekonomi Indonesia masih terjaga di kuartal III-2023 sebesar 4,94% (yoy) dengan ditopang dari permintaan domestik yang solid.
Diantara negara peers, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan China (4,9%), Meksiko (3,30%), dan Malaysia (3,29%), dengan didukung inflasi yang tetap terkendali dan berada dalam rentang sasaran target, dimana pada November 2023 sebesar 2,86% (yoy).
“Temanya pemilu damai, tentu pemilu damai tergantung kita semua. Tetapi Salah satu kelebihan Indonesia dibandingkan negara lain, itu kita punya pemilu setiap lima tahun, dan menghasilkan kepemimpinan dan Pemerintah yang stabil. Itu sangat diapresiasi oleh dunia. Karena Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara. Asia Tenggara damai karena Indonesia. Ekonomi Asia Tenggara 40% ada di Indonesia. Maka kita menjadi center of gravity. Kita sekarang menjadi pusat daripada pertumbuhan,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi pada Kamis (7/12).
Airlangga juga menghimbau kepada KADIN untuk dapat menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan baik. “Saya tidak ingin ada kemiskinan dimana industri itu ada. Industri itu punya CSR, nah CSR itu diharapkan dapat mendorong multiplier effect kepada masyarakatnya,” tegas Airlangga.
Lebih lanjut, Indonesia ingin mencapai Visi Indonesia Emas 2045 Indonesia Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan dengan sasaran PDB Nominal sebesar US$9,8 triliun (lima besar PDB) dengan GNI Per kapita US$30,300. Selain itu, porsi penduduk middle income sebesar 80%, industri manufaktur mencakup 28% PDB dan menyerap 25,2% tenaga kerja.
Untuk mencapai hal tersebut, Airlangga mengatakan perlu dilakukan pendekatan pembangunan yang transformatif, yaitu mengubah tambah rendah menjadi nilai tambah tinggi, butuh lompatan-lompatan besar, dan dibutuhkan pula pemimpin yang berani. Transformasi ini sudah mulai dilakukan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Indonesia juga berperan aktif Indonesia dalam berbagai forum kerja sama internasional seperti G20, APEC, ASEAN, dan RCEP. Indonesia saat ini telah bergabung pada kerja sama ekonomi Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) dan sedang dalam proses aksesi menjadi anggota OECD. Disamping itu, Indonesia tengah menyelesaikan beberapa perundingan kerja sama internasional baik bilateral maupun regional, antara lain Indonesia-EU CEPA (IEU-CEPA) dan ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA).
Selain itu, Indonesia juga sedang bersiap menjadi pelopor Carbon Capture Storage di ASEAN sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan potensi yang dimiliki Indonesia yakni kapasitas penyimpanan CO2 sebesar 4,85 giga ton CO2 pada depleted reservoir dan 572 giga ton CO2 pada saline aquifer.
Airlangga juga mengatakan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama melalui digitalisasi juga menjadi penting sebagai salah satu pengungkit utama dalam menuju Indonesia Maju.
“Nah, ASEAN salah satu yang pertama yang mengembangkan Digital Economy Framework Agreement (DEFA). Itu leaders declaration. Dimana kalau business as usual, ekonomi digital di ASEAN hanya USD1 triliun. Tetapi dengan DEFA, interoperability, kemudian dengan ekosistem yang sama termasuk local currency transaction dan payment, itu kita sudah bisa jalan di lima negara ASEAN dan akan menyusul Jepang dan Korea. Dengan ini semua jalan, insyaallah ekonominya akan naik jadi US$2 triliun. Dan dari US$2 trilun, US$600-800 miliar dari Indonesia,” pungkas Airlangga.