Jakarta, Gatra.com - Gaya kampanye calon wakil presiden (Cawapres) Gibran Rakabuming Raka mendapat sorotan. Ketika capres dan cawapres lain selalu memaparkan program kerjanya, Gibran menampilkan gaya kampanye dengan banyak mendengar.
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Rosan Roeslani mengungkapkan tujuan dari program ini untuk menyerap aspirasi publik terhadap Indonesia ke depan. Kemudian akan dijadikan program bagi Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kita lebih mendengar apa aspirasi dari semua masyarakat indonesia secara keseluruhan, dan bagaimana dengan program-program kita untuk disempurnakan sesuai aspirasi itu, serta menambahkan apa yang perlu dilanjutkan dari program pak Jokowi," kata Roeslan.
Hal ini mendapatkan apresiasi dari Aliansi Mahasiswa Milenial Indonesia (AMMI). Sekretaris Jenderal AMMI, Arip Nurahman mengatakan bahwa gaya kampanye ini sesuai dengan karakteristik kepemimpinan Gibran.
"Mas Gibran orangnya kalem, punya kepedulian tinggi, senang menggali aspirasi warga dengan dialog interaktif. Kepemimpinannya di Solo banyak mendengar. Aspirasi-aspirasi itu lantas diimplementasikan ke dalam program kebijakan dan distribusi keadilan," ujar Arip di Jakarta, Rabu (6/12).
Arip mencontohkan kampanye perdana Gibran yang mendengar aspirasi dari para Bu Nyai. Terdapat 60 ibu nyai Ponpes dan pimpinan Majelis Taklim yang kemudian mendeklarasikan dukungan pada Prabowo-Gibran.
"Saya kira mendengar petuah dari tokoh perempuan itu sangat penting. Insight baru akan muncul dari sudut pandang seorang ibu."
"Gibran lebih senang berbicara to the point. Dan dia selalu serius setiap kali mendengar permasalahan warga," sambung Arip.
Arip mendorong agar pemilu 2024 ini menjadi ajang edukasi bagi masyarakat Indonesia. Tidak mudah mengumbar janji, tapi direalisasikan ke dalam program kerja nyata yang akan terasa.
"Dengan banyak mendengar, program yang akan dicanangkan menjadi terukur dan terencana dari pada mengubar janji waktu kampanye tapi setelah terpilih lupa akan janjinya," lanjut Arip.
"Selain itu kami para milenial ini juga lebih senang didengarkan, apa harapan kami yang perlu mendapat dukungan dari pemerintah, apa kebutuhan kami yang kongkret dan nyata, dan kami tidak perlu permainan kata-kata yang indah, tapi mengawang-awang," katanya.