Jakarta, Gatra.com - Seniman Butet Kartaredjasa dan Agus Noor diduga mendapat intimidasi dari Kepolisian Sektor Cikini saat akan menggelar pertunjukan seni di Taman Ismail Marzuki pada (1/12).
Keduanya diminta untuk membuat surat pernyataan bahwa pertunjukan tersebut tidak menampilkan pertujukan yang mengandung unsur politik.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, tindakan intimidasi anggota kepolisian tersebut secara jelas merupakan pelanggaran terhadap kebebasaan berekspresi warga negara yang telah dijamin di dalam Konstitusi dan Undang-undang.
“Pertunjukan seni dan muatan pesan di dalamnya, sekalipun mengandung unsur politik, sesungguhnya adalah hak setiap warga negara yang harus dihormati oleh siapapun, khususnya kepolisian,” ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur melalui keterangan tertulis yang dikutip Rabu (6/12).
Isnur menyebut tidak ada satupun alasan yang membenarkan bagi kepolisian untuk melakukan pembatasan terhadap kebebasan tersebut, apalagi hal tersebut dilakukan dengan cara-cara intimidatif.
“Penting dicatat, setiap anggota kepolisian memiliki kewajiban untuk menghormati dan menjamin hak asasi manusia dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya,” katanya.
Ia menegaskan kewajiban anggota kepolisian tersebut telah ditegaskan secara jelas dalam UU No. 2 tahun 2022 tentang Polri dan Peraturan Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian.
Karena itu, tindakan intimidasi anggota kepolisian kepada para Seniman di Taman Ismail Marzuki jelas merupakan pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan tanpa evaluasi dan koreksi dari pimpinan.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, di tengah penyelenggaraan Pemilu sangat penting bagi anggota kepolisian untuk bersikap profesional dan netral dalam menyikapi dinamika sosial-politik di masyarakat.
“Hal ini penting karena Pemilu sesungguhnya merupakan perwujudan prinsip kedaulatan rakyat di dalam demokrasi, sehingga penyelenggaraannya harus dipastikan berlangsung jujur, bebas dan adil. Pemilu merupakan ruang bagi pertarungan gagasan, bukan tempat untuk saling beradu kekuasaan,” ucapnya.
“Karena itu, untuk menjamin Pemilu yang demokratis, intervensi alat-alat keamanan dan hukum negara, termasuk yang dilakukan dengan pembatasan kebebasan warga negara harus dihindari, sebab dapat merusak demokrasi pemilu,” lanjutnya.
Isnur mendesak kepolisian harus bertindak profesional dan menghormati HAM dalam mengawal jalannya Pemilu dan tidak boleh digunakan untuk melakukan intimidasi maupun bentuk tekanan lain terhadap pilihan dan ekspresi politik warga negara.
Hal ini tidak hanya mengancam kebebasan dalam Pemilu, tapi juga merusak profesionalisme institusi, dalam hal ini POLRI dan tentunya lebih jauh hal ini tentunya akan merusak kepercayaan publik terhadap institusi Kepolisian itu sendiri.
“Pertama, Kapolri harus menindak tegas anggota kepolisian yang melakukan intimidasi terhadap para Seniman di Taman Ismail Marzuki, mengingat tindakanya merupakan pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan tanpa adanya koreksi dan penindakan,”
Lalu Kedua, Kapolri harus menjamin pelaksanaan tugas oleh setiap anggota kepolisian menghormati dan menjunjung tinggi HAM untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu berlangsung jujur, adil dan bebas.