Siak, Gatra.com - Berawal dari Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2012 di Provinsi Riau, Kabupaten Siak membuat Tour de Siak. Saat PON, Kabupaten Siak bertugas menyiapkan venue untuk balap sepeda dan sepatu roda.
Event balap sepeda Tour de Siak pertama kali berlangsung pada 2013 silam saat mantan Gubernur Riau, Syamsuar, menjadi Bupati Siak.
Siak menyiapkan sarana balap sepeda untuk PON. Gagasan supaya jalan lintasan balap sepeda agar tetap terjaga, menjadi salah satu munculnya Tour de Siak.
Ketika itu, Pemkab Siak juga sempat bingung bagaimana cara menggelar event ini. Kemudian Pemkab berkoordinasi dengan Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB-ISSI), dan juga belajar dari pelaksanaan Tour de Singkarak di Sumatera Barat (Sumbar).
Pada 2013, Tour de Siak pertama kali digelar dan diikuti sekitar 89 pebalap dari 11 tim nasional. Anggaran yang dikucurkan tidak kurang dari Rp1 miliar dengan tiga etpae.
Setahun setelahnya, 2014 event Tour de Siak kembali digelar dengan biaya Rp1,5 miliar ditambah sponsor. Geliat event ini semakin memuncak dilihat dari penambahan etape menjadi empat dan diikuti 18 tim.
Sama halnya 2015, jumlah etape juga empat dan diikuti 18 tim. Namun pada sisi anggaran, terjadi kenaikan menjadi Rp2,6 miliar.
Anggaran kembali meningkat di tahun 2016 sekitar Rp3,2 miliar. Padahal tim yang ikut di tahun itu berkurang dari tahun sebelumnya menjadi 13 tim. Sementara etape-nya masih sama, yakni empat.
Begitu juga Tour de Siak 2017 sebesar Rp3,2 miliar dan 2018 Rp4,2 miliar. Pelaksanaan Tour de Siak sempat mengalami kendala pada 2018 karena terjadi kabut asap kebakaran hutan dan lahan. Panitia kemudian memperpendek jarak tempuhnya.
Begitu juga 2019, jarak tempuh diperpendek lantaran kabut asap. Namun pemerintah daerah tetap menghabiskan anggaran Rp3,7 miliar di tahun itu.
Lantas pada 2020-2021 mulai merebak pandemi Covid-19 dan event tersebut terpaksa terhenti. Sementara tahun lalu, anggaran pelaksanaan Tour de Siak budget sharing dengan Pemprov Riau.
Etape balap melibatkan Kota Pekanbaru. Di Siak hanya satu etape dan dianggarkan Rp1,2 miliar. Sementara tahun ini, pelaksanaan Tour de Siak kembali ke pangkuan Pemkab Siak dan dianggarkan Rp2,3 miliar dan diikuti 13 tim.
Wakil Sekretaris Jenderal PB ISSI Bidang Organisasi, Dedy Waskito Kurniawan, menjelaskan bahwa seluruh pebalap yang ikut Tour de Siak diundang oleh PB ISSI. Kendati begitu, tiket pesawat ditanggung masing-masing pebalap.
"Kalau akomodasi selama di Siak, ditanggung oleh panitia penyelenggara. Nominal akomodasi kepada pebalap hampir sama. Tidak ada yang beda. Kalau transportasi masing-maing tim yang tanggung. Penyelenggara tidak menyediakan tiket. Hanya akomodasi," kata Dedy menjawab komfirmasi Gatra.com, kemarin.
Juara pertama etape II Tour de Siak 2023, Maulana Astnan Al Hayat dari Nusantara Cycling Team berharap hadiah juara Tour de Siak ke depan ditingkatkan. Dia menilai hadiah yang diterimanya saat juara etape II terbilang kecil hanya Rp7 juta.
"Tahun berikutnya target kita lebih besar lagi saat berlaga di Tour de Siak. Tapi kalau bisa prize money [hadiah uang] ditambah," kata Maulana sambil tersenyum, Senin (4/12).
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Siak, Tekad Perbatas Setia Dewa, mengatakan, tidak ada pebalap daerah yang berlaga pada event Tour de Siak.
"Tidak ada pebalap lokal, baik dari Siak maupun Provinsi Riau," kata Tekad menjawab pertanyaan Gatra.com pada Senin (28/11) lalu.
Ada 13 tim yang ikut Tour de Siak tahun ini, yakni 7 dari luar negeri ialah Brunai Darussalam, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Korea Selatan. Sementara itu, satu dari 6 tim dalam negeri, tim PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang merupakan BUMD Kabupaten Siak.
Namun, PT BSP juga tidak memakai jasa atlet Siak maupun Riau. Perusahaan daerah itu memakai jasa pebalap luar negeri.