Yogyakarta, Gatra.com - Sejumlah sekolah dikenal sebagai sekolah non-RTO (Real Time Online) yakni sekolah yang membuka pendaftaran setelah sekolah-sekolah lain selesai menyelenggarakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) online.
Kondisi tersebut terjadi di Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Walhasil, sekolah-sekolah itu berpotensi mendapatkan murid-murid buangan yang sudah tidak diterima sekolah-sekolah lain.
Namun Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Yogyakarta tak ingin sekolah-sekolah itu terabaikan. Guru-guru sekolah non-RTO di Kota Yogyakarta pun berkumpul dalam workshop "Meraih Meraki di Kota Yogyakarta" gelaran GSM, Senin (4/12), di aula SMKN 6 Yogyakarta.
"Sekolah-sekolah non-RTO harus menjadi sekolah yang menyenangkan untuk belajar. Oleh karena itu, guru harus membangun suasana kelas yang menyenangkan bagi siswa," tutur pendiri GSM yang juga seorang pengajar UGM, Muhammad Nur Rizal, dalam keterangannya, Selasa (5/12).
Menurutnya, suasana menyenangkan tersebut diharapkan dapat mengurangi kasus bullying, kekerasan, ketidak-aktifan di sekolah, dan perilaku tidak baik lainnya yang menjadi persoalan utama pada sekolah-sekolah non-RTO.
Rizal menjelaskan pula cara menjadi guru yang baik. Salah satunya dengan menjadi guru yang tidak hanya mengajarkan teori, tetapi membangun pembelajaran reflektif dan inventif.
"Guru bisa melakukan proses pembelajaran dengan mengajak para siswa berdialog, tidak hanya mengajarkan teori-teori yang tertulis dalam buku pelajaran," katanya.
Rizal berharap lahir perubahan pendidikan dari sekolah pinggiran. Walaupun dicap tertinggal, sekolah non-RTO harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bermimpi dan memiliki masa depan yang baik.
"Para guru dari sekolah non-RTO dengan sukarela menyampaikan pengalamannya dalam melaksanakan kegiatan belajar yang menyenangkan di sekolahnya dan apa saja tantangan yang mereka hadapi selama ini," ujarnya.
Beberapa kepada sekolah non-RTO bahkan ingin menjadikan Kota Yogyakarta sebagai Kampung Gerakan Sekolah Menyenangkan.
"Di kampung ini, sekolah-sekolah non-RTO bertransformasi menjadi sekolah dengan lingkungan belajar berskala internasional sehingga anak-anak dari keluarga miskin dapat menikmati sekolah ala luar negeri," paparnya.