Jakarta,Gatra.com - Kuasa Hukum Helmut Hermawan mantan Direktur Utama dari perusahaan PT Citra Lampia Mandiri, Sholeh Amin menyebut posisi kliennya sebagai korban pemerasan dari Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif (EOS) Hiariej alias Eddy Hiariej. Bukan sebagai penyuap EOS dalam kasus gratifikasi sebagaimana dituduhkan KPK.
“Klien kami sebagai pelapor yang melaporkan Wamenkumham melalui Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, dengan memberikan bukti-bukti dan petunjuk serta informasi terkait permintaan uang (pemerasan) yang dilakukan Wamenkumham EOS kepada klien kami,” katanya Sholeh Amin, dalam keterangannya kepada awak media, Senin (4/12).
“Kami menyampaikan menyampaikan tanggapan ini atas pemberitaan klien kami yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebagai pihak pemberi dalam kasus dugaan Gratifikasi dan suap Wamenkumham EOS,” katanya.
Amien menjelaskan bahwa terdapat beberapa fakta yang dianggapnya belum diketahui penyidik KPK terkait kasus dugaan gratifikasi atau suap Wamenkumham EOS, yakni kedudukan klien kami, Helmut Hermawan sebagai Pelapor yang melaporkan Wamenkumham EOS melalui Indonesia Police Watch (IPW).
Amin beralasan kenapa klien tidak melaporkan langsung ke KPK, Helmut Hermawan pada saat itu sedang ditahan di Polda Sulawesi Selatan.
“Kami sangat menyayangkan sikap KPK yang terburu-buru menetapkan klien kami sebagai tersangka dalam kasus ini, dimana kami kuasa hukum sudah juga pernah memberikan informasi petunjuk dan bukti secara resmi kepada KPK melalui surat yang kami masukan pada tanggal 20 November 2023. Dalam surat yang dikirimkan terdapat beberapa bukti ataupun petunjuk yang bisa dipakai penyidik KPK untuk membuat kasus ini menjadi terang dan jelas,” katanya.
Amin menganggap bahwa posisi Helmut Hermawan merupakan korban pemerasan dan penipuan yang diduga dilakukan Wamenkumham dengan salah satu bukti bahwa Wamenkumham telah mengenal lawan dari Helmut Hermawan yang diindikasikan bermain dua kaki.
“Dan akibat penolakan Helmut Hermawan bersama direksi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang tidak bersedia memberikan 12,5% saham PT. CLM, sehingga membuat klien kami dilaporkan dengan beberapa laporan polisi di Kepolisian Republik Indonesia, yang salah satu laporan tersebut telah membawa klien kami duduk dikursi pesakitan yang sekarang masih berjalan di Pengadilan Negeri Makassar,” katanya.
Amin juga menilai adanya kekeliruan yang beredar dalam pemberitaan media elektronik maupun cetak yang memberitakan kliennya membayar untuk Wamenkumham mengurusi kepengurusan AHU profile PT. Citra Lampia Mandiri.
“Hal tersebut adalah sama sekali tidak benar justru sebaliknya Helmut Hermawan bersama beberapa Direksi di PT. Asia Pacific Mining Resources (APMR) yang merupakan Pemegang saham mayoritas dalam PT. CLM berubah secara tidak benar dan tidak wajar, akan tetapi perubahan akta yang tidak benar tersebut disetujui Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, dengan menggunakan dasar Berita Acara Eksekusi dan Penetapan Eksekusi yang tidak sesuai dengan Putusan BANI yang akhirnya pihak lawan menguasai saham PT APMR seluruhnya serta mengganti seluruh Direksi PT CLM dan PT APMR, yang salah satunya adalah klien kami,” katanya.
Untuk kata Amin, pihaknya mempertimbangkan akan membuat laporan dugaan tindak pidana pemerasan dan penipuan yang dialami kliennya yang diduga dilakukan Wamenkumham.
“Kami berharap Penyidik KPK bisa melihat fakta dan bukti baru yang telah kami berikan,” katanya.