Home Politik Bobolnya Data DPT, KPU Harus Bisa Jelaskan Dampaknya, Bukan Mencari Kesalahan

Bobolnya Data DPT, KPU Harus Bisa Jelaskan Dampaknya, Bukan Mencari Kesalahan

Bantul, Gatra.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta segera memberi penjelasan kepada masyarakat terkait jebolnya 204 juta data pemilih tetap (DPT) terkait dampak serta akibatnya pada saat rekapitulasi suara nanti.

Langkah ini dinilai akan menjadikan kepercayaan publik kepada KPU tetap terjaga. Bukannya mencari pihak-pihak yang salah terkait kebobolan data.

"Ini bukan pertama kali KPU mengalami kebobolan data sejak Reformasi. Seharusnya KPU sudah banyak berbenah agar tida berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat," kata Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tunjung Sulaksono, Kamis (30/11).

Meski data DPT juga dimiliki institusi negara yang lain, namun KPU harus mengambil tanggung jawab utama untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai ada tidaknya dampak negatifnya.

"Metode komunikasi publik KPU harus berubah. Tidak lagi mencari kesalahan pihak lain, namun harus bisa menjernihkan masalah ini," terangnya.

Terlebih lagi, berkaca pada 2019 lalu, di mana ada dugaan terjadi kecurangan hasil pemilihan. Maka kebocoran data ini bisa menghadirkan tuduhan adanya permainan saat rekapitulasi suara nanti.

Tunjung memperkirakan akan ada masyarakat yang menilai KPU tidak mampu menjaga data sehingga bisa diakali. Lantas bagaimana dengan hasil rekapitulasi yang dilaporkan berjenjang.

"KPU harus bergerak cepat untuk menenangkan dan mendapatkan kepercayaan publik kembali di tengah semakin dekatnya pemilihan," tegas Tunjung.

Saat di Bantul, Wakapolri, Komjen Pol. Agus Andrianto, mengatakan, kebocoran data tersebut tengah dalam proses penyidikan.

"Saya di sini meminta masyarakat yang mengetahui anggota Polri tidak netral dalam Pemilu untuk segera melaporkannya. Laporkan saja, karena sesuai ketentuan perundang-undangan, polisi netral,” katanya di Institusi Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Netralitas polisi ini, menurutnya sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Polri.

66