Jakarta, Gatra.com- Rencana pembatasan angkutan logistik di luar sembako saat Natal dan Tahun Baru (Nataru) kembali menjadi isu hangat yang diperbincangkan di lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini, apalagi di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih belum stabil.
Disarankan, keputusannya tidak menjadi keputusan sepihak tapi harus dibicarakan antara stakeholder terkait. Selain itu Pemerintah perlu menjaga tingkat inflasi, terutama menjelang Natal dan Tahun baru, dimana harga-harga kebutuhan sehari hari masyarakat cenderung naik.
Pelaku usaha mengharapkan Pemerintah tidak melakukan pelarangan angkutan barang tetapi memberlakukan rekayasa lalu lintas. Berbeda dengan libur lebaran dimana pergerakan masyarakat bertujuan untuk mudik, pada libur Nataru pergerakan banyak yang bertujuan untuk berwisata.
Baca juga: Bank BCA Raup Laba Bersih Rp 36,4 Triliun pada Kuartal III-2023
Hal itu menjadi benang merah dari hasil diskusi bertema “Kebijakan Pembatasan Angkutan Barang, Urgensi dan Penerapannya” diselenggarakan Institut Transportasi dan Logistik Trisakti (ITL). Rektor ITL, Yuliantini mengatakan, tema ini sangat penting diangkat mengingat masalah pelarangan angkutan logistik pada setiap hari libur Nataru dan Lebaran ini selalu menjadi perdebatan antara pemerintah dan para pelaku usaha.
“Adapun latar belakang pengambilan tema ini adalah karena ini sangat relevan dengan situasi kita pada hari- hari ini. Di mana dalam beberapa minggu ke depan kita akan merayakan hari besar nasional yaitu Natal dan Tahun Baru dan para pelaku usaha selalu dihadapkan pada pelarangan angkutan logistik,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/11)
Katanya, salah satu sektor industri yang paling merasakan dampaknya adalah industri logistik angkutan barang. Lalu regulasi ini juga tidak hanya mempengaruhi jalur distribusi, tetapi juga dapat berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan komoditas.
Baca juga: Ditopang KPR dan Bisnis Syariah, Laba Bersih Bank BTN Tembus Rp 2,31 T pada Kuartal III-2023
Menanggapi pelarangan angkutan logistik ini, Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani menyebut bahwa secara prinsip, sebetulnya Kemenhub juga tidak mau ada pembatasan. “Tidak mau adanya pembatasan, tetapi dengan hasil-hasil kajian yang dilakukan tersebut, maka ada pilihan yang harus kita lakukan,” ujarnya.
Plt. Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kementerian Perdagangan, Krisna Ariza mengatakan, Kemendag justru lebih mengkhawatirkan dampak inflasi yang dimunculkan dampak dari pelarangan angkutan logistik ini saat Nataru mendatang. “Kalau kita lihat inflasi pangan pada sepanjang tahun 2023 relatif terkendali dan stabil.
Namun, perlu diantisipasi kalau kita lihat dari pengalaman sebelumnya dalam lima tahun terakhir, mengalami peningkatan pada periode Natal dan Tahun Baru. Jadi, setiap Natal dan Tahun Baru itu harga barang-barang kebutuhan pokok atau harga pangan yang bergejolak itu sangat-sangat berfluktuatif. "Ini yang perlu diantisipasi,” tukasnya.
Ketua Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ivan Kamadjaja juga tidak setuju pelarangan terhadap angkutan logistik pada saat Nataru nanti. Alasannya, bisa mengakibatkan terjadinya kelangkaan barang dan kenaikan harga.
“Karena bagi kami para pengusaha, ada fixed cost yang berjalan yang harus kami keluarkan, baik itu gaji pegawai, kemudian uang sewa, dan bunga bank, Itu kan nggak mengenal hari libur,” tegasnya.
Baca juga: Produksi Ikan Olahan Kaleng di Bitung Turun Drastis, Ada Apa?
Apindo pun mengusulkan beberapa hal terkait pelarangan angkutan logistik pada saat Nataru dan Lebaran. Pertama, mengusulkan agar lebih mengutamakan kepada pendekatan penyetelan sistem dan bukan hanya penegakan hukum.
Kedua, Apindo ingin mengajak semua stakeholder untuk membicarakan hal ini sebagai kepentingan nasional. “Jalan raya itu kan dibangun untuk pertumbuhan ekonomi bukan untuk kepentingan pribadi. Karena, kami melihat Nataru itu bukan mudik sebetulnya. Kalau kami melihat itu lebih banyak yang liburan,” ujarnya.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI), Subandi menyampaikan bahwa adanya pengaturan pelarangan angkutan logistik saat Nataru dan Lebaran yang menyebabkan terjadi kemacetan. “Justru disitu tempat kemacetan barang yang mau keluar nggak bisa, yang datang nggak bisa, yang mau ke Depo juga enggak bisa, dan buntutnya sampai ke jalan tol. Dan kendaraan pribadi juga terkena imbasnya,” tuturnya.
Subandi nemaparkan bahwa impor adalah sebuah kegiatan yang memberikan kontribusi dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Mampu menyerap jutaan pekerja, dan telah banyak memberikan sumbangsih atas pendapatan negara dari pajak importasi. "Karenanya, kalau saya ditanya setuju atau tidak setuju diatur, saya tentunya salah satu pihak yang tidak setuju,” katanya.
Di acara yangs sama, Rachmat Hidayat, Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) juga menyatakan ketidaksetujuan GAPMII terhadap wacana pelarangan angkutan logistik saat Nataru nanti. “Kami ini punya kewajiban untuk memastikan produk kami tersedia bagi semua masyarakat,” ucapnya.
Baca juga: Pegadaian Punya Gedung Baru The Gede Tower, Investasi Capai Rp700 Miliar
Dia menjelaskan beberapa dampak yang dialami industri makanan dan minuman dengan adanya pelarangan terhadap angkutan logistik saat Nataru nanti. Pertama, distribusi tertunda dan pabrik harus berhenti.
“Pabrik berhenti ini kabar buruk bagi kami di industri makanan dan minuman. Kita semua harus berhenti beruntun, karena kita terpaksa tidak melakukan pengiriman, hilang selama beberapa hari, dan terjadi potensi kelangkaan barang," jelasnya.
Pertanyaannya, barang apa yang sangat sensitif?. "Ya produk makanan minuman yang sifatnya adalah dia umur stoknya itu tidak bisa panjang dan yang kedua, volumenya massif,” katanya.