Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menetapkan JH sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengerjaan proyek fiktif pada PT Surveyor Indonesia (SI) Cabang Makassar. Dia langsung dijebloskan ke tahanan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, pada Selasa (28/11), menyampaikan, pihaknya menetapkan JH sebagai tersangka usai memeriksanya sebagi saksi bersama 5 orang lainnya.
“Dari lima orang saksi yang diperiksa tersebut telah ditemukan minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang tersangka yaitu JH,” ujarnya.
Sedangkan penahanan terhadap JH dilakukan guna mempercepat proses penyelesaian penyidikan, serta dikhawatirkan upaya melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti.
“Tersangka JH ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 28 November 2023 sampai dengan tanggal 17 Desember 2023 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 A Makassar,” katanya.
Tersangka JH dijebloskan ke tahanan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter dari Dinas Kesehatan Kota Makassar. Tim dokter menyatakan bahwa tersangka JH dalam keadaan sehat dan tidak dalam keadaan Covid
“Selanjutnya terhadap tersangka JH dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel menetapkan JH setelah menemukan dua bukti permulaan yang cukup dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan gelar perkara atau ekspose di hadapan Wakil Kepala Kejati Sulsel.
Adapun modus operandi dan perbuatan para tersangka, khususnya JH, lanjut Soetarmi, selaku orang yang meminjam bendera PT Basista Teamwork dari tersangka MRU selaku Direktur Utama PT Basista Teamwork (telah lebih dulu ditahan), bekerja sama dengan tersangka ATL selaku Junior Officer PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar dan juga selaku Proyek Manager/Personal Incharge (PIC) (telah lebih dulu ditahan), dan tersangka TY selaku Kepala Cabang PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar (telah lebih dulu ditahan), serta AH selaku Kabag Komersil 2.
“Telah membuat Rencana Anggaran Belanja (RAB) total sebesar Rp30.547.296.983 (Rp30,5 miliar) untuk empat pekerjaan/proyek jasa Pengawasan, Konsultasi, dan Pendampingan,” ujarnya.
Menurutnya, RAB senilai Rp30,5 miliar untuk proyek tersebut seolah-olah sesuai dengan kegiatan usaha atau core bisnis PT Surveyor Indonesia. Selanjutnya tersangka ATL mengajukan dropping dana RAB yang disetujui oleh AH, Kabag Komersil 2 dan diteruskan oleh tersangka TY ke PT Surveyor Indonesia.
“Setelah dana di-dropping dari PT Surveyor Indonesia, dan diteruskan oleh PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar ke rekening tersangka ATL selaku Proyek Manager atau PIC,” katanya.
Namun, dana proyek tersebut tidak dibelanjakan sesuai dengan RAB untuk empat pekerjaan atau proyek jasa pengawasan, konsultasi, dan pendampingan. Dana itu malah digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka ATL dan diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan PT Basista Teamwork, yakni PT Cahaya Sakti, PT Inovasi Global Solusindo, tersangka TY, MRU, JH, AH, dan beberapa pihak yang saat ini masih dikembangkan tim penyidik.
Tersangka JH selaku orang yang meminjam bendera PT Basista Teamwork bersama-sama dengan tersangka MRU selaku Direktur Utama PT Basista Teamwork telah bekerja sama dengan tersangka TY dan ATL serta AH untuk melakukan rekasaya pekerjaan jasa konsultasi penyusunan dokumen teknis dan administrasi serta pendampingan dan monitoring pengadaan lahan yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
“Tersangka JH telah menerima sejumlah dana dari PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar melalui PT Basista Teamwork yang dimasukkan ke rekening JH dan saksi BRS (anak tersangka JH) sebesar Rp4.621.000.000 (Rp4,6 miliar),” ujarnya.
Ia mengungkapkan, karena kegiatan pekerjaan atau proyek tersebut adalah fiktif dan uang tersebut telah digunakan oleh tersangka JH untuk kepentingan pribadi serta disalurkan kepada pihak-pihak lain yang saat ini sedang dikembangkan tim penyidik.
“Akibat perbuatan para tersangka dan oknum-oknum lainnya menyebabkan PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar mengalami kerugian sekitar Rp20.066.749.556 (Rp20 miliar),” katanya.
Angka kerugian tersebut, lanjut Soetarmi, berdasarkan temuan Tim Audit Investigasi PT Surveyor Indonesia yang terdiri dari Bagian Legal, Divisi Human Capital, dan Satuan Pengawasan Intern, serta sesuai dengan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dikeluarkan oleh Kantor Jasa Akuntan Madya Pratama Consulting dan Keterangan Ahli Auditing
“Tim penyidik terus mendalami dan mengembangkan calon tersangka lainnya serta penelusuran uang serta aset,” katanya.
Kajati Sulsel mengimbau kepada para saksi yang dipanggil agar kooperatif hadir untuk menjalani pemeriksaan serta tidak melakukan upaya-upaya merintangi, menghilangkan atau merusak alat bukti serta berusaha untuk melakukan upaya untuk melobi penyelesasian perkara ini.
Kajati Sulsel beserta jajaran tim penyidik tetap bekerja secara profesional, integritas, dan akuntabel serta melaksanakan proses penyidikan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dengan prinsip zero KKN.
Kejati Sulsel menyangka JH melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.