Jakarta, Gatra.com- Terdakwa Fatia Maulidiyanti mengatakan, ucapan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuduhnya mempersiapkan catatan tanya jawab, sebelum syuting konten video podcast untuk YouTube Haris Azhar adalah yang merendahkan kompetensinya selaku peneliti dan penggiat HAM.
“Tuduhan ini mengesankan seakan-akan wawancara itu dibuat berdasarkan contekan semata-mata,” ucap Fatia Maulidiyanti saat membaca nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (27/11).
Fatia menegaskan, tuduhan jaksa soal catatan ini tidak pernah dinyatakan dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian, bahkan hingga pada surat dakwaan yang disampaikan oleh JPU di awal persidangan. Fatia menilai, tuduhan ini hanyalah khayalan dari jaksa.
Koordinator KontraS Tahun 2020-2023 ini menyatakan, selama persidangan, jaksa juga tidak berhasil menunjukkan adanya catatan yang dituduhkan padanya. Namun, Fatia mengajak majelis hakim, jaksa, penasehat hukum, dan para pengunjung untuk berandai-andai jika catatan itu ada.
“Jika pun terdapat catatan, apakah hal tersebut secara serta merta dapat disimpulkan sebagai sebuah niat jahat?” tanya Fatia.
Fatia mempertanyakan alasan jaksa yang menyatakan kalau penggunaan catatan sebagai referensi untuk menjaga akurasi diskusi dapat disebut sebagai satu bentuk niat jahat.
“Dugaan keterlibatan pejabat publik sebagaimana disampaikan dalam riset maupun konten podcast tersebut bukanlah pencemaran nama baik, apalagi penghinaan,” jelas Fatia.
Fatia menegaskan, hasil riset dari kajian cepat yang dibahas dalam video podcast "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! merupakan hasil temuan fakta yang didapat dari dokumen-dokumen resmi.
Fatia menyatakan, pihak Luhut Binsar Pandjaitan diperbolehkan untuk berdalih kalau perusahaan-perusahaan yang diduga menjalankan bisnis pertambangan emas di Papua sudah dibubarkan, atau saat itu kontrak kerja sama batal diteken.
“Namun, hal tersebut tidak menghapus kenyataan bahwa telah terjadi aktivitas pertambangan yang dimulai dari penjajakan kerja sama dan eksplorasi pertambangan yang terjadi di Papua khususnya di Intan Jaya,” tegas Fatia.
Fatia menyatakan, argumen yang disampaikan oleh pihak Luhut Binsar Pandjaitan pada akhirnya tidak dapat membantah temuan yang disampaikan dalam hasil riset kajian cepat yang dihasilkannya bersama delapan organisasi sipil lainnya.
Dalam persidangan kasus ini, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar dinilai telah melanggar dakwaan primer, pasal dakwaan primer pasal 27 ayat 3 jp pasal 45 ayat 3 UU 11 tahun 2008 tentang ITE jo pasal 55 ayat 1 ke-satu KUHP.
Haris Azhar dituntut 4 tahun penjara dengan denda Rp 1 juta subsider 6 bulan penjara. Jaksa juga menuntut agar konten video podcast "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!" yang diupload atau diunggah pada akun youtube Haris Azhar agar dihapus dari jaringan internet dengan meminta bantuan dari Kemenkominfo.
Sementara, Fatia Maulidiyanti dituntut 3 tahun 6 bulan penjara dengan denda sebesar Rp500.000,. subsider 3 bulan penjara.