Oleh: Rosidi*
Pada Jum’at, 24 November 2023, sebuah forum yang cukup menarik akan digelar oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI, yakni bedah buku “Teladan Ulama Nusantara: dari Tafaqquh fi al-Din hingga Khidmah pada Ummat dan Negeri” di Kantor Baznas RI, Matraman, Jakarta.
Menarik, karena buku tersebut adalah sebuah karya kompilasi dari para Cendekia Baznas (mahasantri penerima Program Beasiswa Baznas RI) Ma’had Aly se Indonesia, di bawah arahan para pembimbing masing-masing (mentor).
Buku tersebut berisi inspirasi dari para ulama-ulama berpengaruh di tanah air, yang antara lain mendedahkan tentang sosok, peran, serta kiprah dan perjuangannya dalam menyiapkan para generasi bangsa agar menjadi generasi yang tidak sekadar cerdas, tetapi yang lebih penting dari itu, juga memiliki akhlak yang baik (akhlak al-karimah).
Di antara para ulama yang “diabadikan” ketokohan, kiprah dan perjuangannya dalam karya para mahasantri itu, antaraa lain Abuya Syaikh H Ibrahim Bardan (Aceh), KH Nurul Anwar (Bekasi), Habib Sholeh Tanggul (Jember), Nyai Abidah Maksum dan KH Ishomuddin Hadziq (Tebuireng), Sayyid Utsman (Betawi), dan KH Masruri A Mughni (Brebes).
Selain itu, ada Kiai Mahfudh (Kajen), Kiai Abul Fadhol Senori (Tuban), Kiai Muslih Abdurrahman bin Qosidil Haq (Mranggen), KH Zubair Dahlan dan KH Maimoen Zubair (Rembang), Tuan Guru H Abdul Qodir Ibrahim (Jambi), KH Mahrus Aly (Lirboyo), KH Sholeh Darat (Semarang), KHR As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), serta Kiai Ahmad Da’in Amin (Kudus) dan Nyai Ngasirah (Jepara).
Di luar ketokohannya, hal lain yang menarik adalah, buku tersebut dibedah pada November, di mana ada dua hari besar yang diperingati oleh masyarakat luas pada bulan itu, yakni 10 November (Hari Pahlawan) dan 25 November (Hari Guru).
Tiga Nilai
Terkait keteladanan ulama Nusantara, khususnya para ulama yang profil (sosok)-nya diabadikan dalam buku “Teladan Ulama Nusantara: dari Tafaqquh fi al-Din hingga Khidmah pada Ummat dan Negeri” ini, dalam catatan Ketua Baznas RI, Prof Dr KH Noor Ahmad MA, paling tidak ada tiga nilai penting yang mesti dipahami.
Pertama, sebagai kaca benggala. Para ulama Nusantara, adalah sosok atau pribadi-pribadi saleh dengan kiprah dan perjuangan luar biasa, sehingga layak menjadi “idola” dan kaca benggala bagi para generasi bangsa, khususnya umat Islam.
Kedua, pembangun karakter generasi muda. Sebagai sosok saleh yang penuh keteladanan, para ulama mengambil peranan yang besar dalam pembinaan akhlak (karakter) generasi muda bangsa. Persoalan pembinaan terhadap generasi bangsa ini bukanlah hal sederhana dan ringan, sehingga tentu mesti mendapatkan apresiasi terbaik dari semua kalangan.
Ketiga, penanaman nilai-nilai nasionalisme. Fakta sejarah mencatat, bahwa peran kiai dalam memperjuangkan dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak perlu diragukan. Resolusi jihad, misalnya, adalah salah satu bukti, betapa besar peranan para ulama dalam memperjuangan dan merawat keutuhan Negara.
Dan kepada para santrinya, para ulama tak lupa senantiasa menanamkan nilai-nilai nasionalisme, sehingga “hubbul wathan min al-iman” (cinta tanah air Sebagian dari iman) pun menjadi jargon yang benar-benar terpati dalam sanubari para santri, calon penerus perjuangan para kiai (ulama).
Tak pelak, Prof Dr (HC) KH Ma’ruf Amin, wakil Presiden RI, menilai, sangat penting meneladani para ulama Nusantara. Dalam pandangannya, sebagaimana tertuang dalam pengantarnya di buku ini, bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak teladan, yang mencermintan nilai keumatan rela berkorban bagi bangsa dan Negara, dalam rangka mendukung agenda-agenda besar nasional demi mewujudkan Indonesia maju.
Perlu Dibumikan
Menilik pentingnya para generasi bangsa meneladani ketokohan para ulama, tak terkecuali ulama Nusantara, maka pembumian keteladanannya menjadi hal yang niscaya. Dan untuk itu, perlu dukungan banyak pihak.
Salah satu pembumian keteladanan para ulama itu, bisa dilakukan melalui berbagai media dengan beragam platform yang ada, termasuk media sosial. Termasuk yang tak kalah penting, adalah membumikan keteladanan para ulama Nusantara dalam bentuk buku, yang berkisah seputar bagaimana rihlah ilmiah yang dijalani, perjuangannya di Masyarakat dan khidmahnya bagi bangsa dan agama, serta serangkaian inspirasi yang bisa diteladan bagi generasi muda bangsa ini.
Akhirnya, apa yang ditulis para mahasantri Ma’had Aly di Indonesia terkait keteladanan para ulama ini, yang mendapatkan support penuh dari Baznas RI, mestinya bukanlah akhir dari upaya membumikan keteladanan dan kearifan ulama Nusantara kepada generasi bangsa.
Tetapi ini mesti menjadi pemantik, untuk terus menggali keteladanan ulama lain, dan mengabadikannya melalui narasi-narasi apik yang dipublikasikann di berbagai media massa, Syukur bisa diterbitkan dalam bentuk buku, yang bisa diakses public (Masyarakat) secara luas. Wallahu a’lam. (*)
*Penulis adalah mentor Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus dan editor buku “Teladan Ulama Nusantara: dari Tafaqquh fi al-Din hingga Khidmah pada Ummat dan Negeri”.