Jakarta, Gatra.com – Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Sundoyo, mengakan, pihaknya melibatkan 28 kementerian atua lembaga dalam menyun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Sundoyo dalam keterangan pada Selasa (21/11), menjelaskan, pelibatan puluhan kementerian atau lembaga dalam menyusun RPP Kesehatan ini agar ada titik keseimbangan antarkementerian atau lembaga serta mendapat masukan dan mengakomodir kepentingan publik. ?RPP Kesehatan ditargekan rampung pada akhir November ini.
“Suara-suara [antarkementerian dan lembaga] ini yang akan kita rumuskan bersama, dengarkan bersama, sehingga rumusan di dalam pasal-pasal yang ada di RPP terkait dengan produk tembakau tadi ada keseimbangan,” ujarnya.
Lebih lanjut Sundoyo dalam diskusi bertajuk “Indonesia Policy Analyst Forum” seri kedua gelaran Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia, menyampaikan, masing-masing kementerian atau lembaga mempunyai fokus spesifik, misalnya kesehatan, industri, dan ketenagakerjaan.
Kemenkes selaku pemrakara RPP Kesehatan, lanjut Sundoyo, mendapat banyak aspirasi atau masukan dalam proses penyusunan RPP, utamanya dalam public hearing.
Ia mengungkapkan, dalam menyusun suatu aturan, tidak gampang untuk menyenangkan semua pihak. Salah satu contohnya dalam pasal terkait pengamanan zat adiktif tembakau yang menyebabkan kekhawatiran terjadinya PHK massal.
“Pasti teman-teman Kemnaker akan bersuara di situ. Ketika ini terkait dengan industri, kalau ini nanti diatur secara ketat industri memburuk, pasti nanti teman-teman industri akan bersuara. Kemenkeu dan Kemenko Ekonomi juga akan bersuara,” ujarnya.
Ia menjelaskan, secara konsepsi, pengamanan zat adiktif yang ada pada RPP Kesehatan tidak berbeda jauh dengan yang ada pada PP 109 Tahun 2012. Akan tetapi, isi dari RPP Kesehatan harusnya sesuai dengan UU 17 Tahun 2023 karena merupakan aturan pelaksana dari UU tersebut.
“Sesuai dengan UU No.12 Tahun 2011, yang kemudian diperbarui dengan UU No.13 tahun 2022, PP itu pada dasarnya menjalankan amanah UU. Sehingga jangan khawatir, substansi PP tidak akan bertentangan dengan UU 17 Tahun 2023,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum (Ketum) DPP Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), Trubus Rahardiansyah, sependapat bahwa memerlukan titik keseimbangan antarsektor dalam pembahasan pengamanan zat adiktif karena terkait berbagi aspek, mulai dari ekonomi, kesehatan hingga politik.
“Ini memang ada ketakutan terkait dengan PHK, yang sudah disinggung oleh Pak Sundoyo. Karena kan, saat ini ada industri lain yang melakukan PHK besar-besaran, dengan alasan efisiensi. Sehingga wajar jika muncul kekhawatiran ini,” ujarnya.
Selain itu, Trubus juga menggarisbawahi momen tahun politik yang terjadi saat ini. Menurutnya, banyak petani yang tidak setuju dengan komponen RPP Kesehatan karena khawatir akan berdampak pada mata pencaharian mereka.
Trubus menyebutkan bahwa ada sekitar 24 hingga 27 juta orang dalam ekosistem tembakau, berdasar data yang didapat dari Partai Keadilan Bangsa (PKB). Sehingga perlu adanya diskusi yang lebih matang dengan mempertimbangkan segala aspek, termasuk juga keseimbangan antarkementerian.