Home Lingkungan Dorong Penajam Paser Utara Mandiri Pangan Lewat Jamur, PHKT Sodorkan Program Semur Cendawan

Dorong Penajam Paser Utara Mandiri Pangan Lewat Jamur, PHKT Sodorkan Program Semur Cendawan

Penajam Paser Utara, Gatra.com - Misem tak berhenti tersenyum saat menceritakan suksesnya upaya dia dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Dahlia di Kelurahan Waru, Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur berhasil membudidayakan jamur hingga menghasilkan pendapatan baru bagi keluarga.

"Pendapatan per anggota saat ini sekitar Rp500 ribu. Itu setelah dikurangi untuk biaya modal selanjutnya. Sebelumnya, kami belum bisa bagi-bagi duit ke anggota," ujarnya menjelaskan secuplik kisah sukses para petani wanita di desanya membudidayakan jamur kepada Gatra.com, Rabu (15/11/2023).

Budi daya jamur yang dilakukan sekitar 90 anggota KWT di Waru tak lepas dari pendampingan dan arahan dari PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur Daerah Operasi Bagian Selatan (PHKT-DOBS), salah satu anak perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). Melalui Program Semur Cendawan (Semai Jamur dengan Cerdas dan Berwawasan Pangan) di Kelurahan Waru, PHKT mendukung Kabupaten PPU menuju kemandirian pangan.

Program Semur Cendawan merupakan program CSR unggulan PHKT-DOBS yang telah dimulai sejak awal tahun 2022 lalu. Inisiasi program bermula dari kegiatan Focus Group Discussion dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten PPU. Aspirasi muncul dari salah satu anggota yang melihat potensi pengembangan budidaya jamur di Penajam Paser Utara.

General Manager Zona 10 Regional 3 Kalimantan, Avep Disasmita menjelaskan bahwa potensi budidaya jamur yang dikembangkan pada Program Semur Cendawan dapat menjadi salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhan pangan dan menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan.

“Kami berkomitmen untuk terus membina petani jamur Kelurahan Waru dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen jamur, sehingga mereka akan menjadi masyarakat yang mandiri dan sejahtera,”ujar Avep Disasmita.

Menurut Avep Disasmita, program ini menjadi salah satu alternatif solusi bagi Kabupaten PPU yang merupakan calon ibu kota negara atau IKN, dalam menghadapi tantangan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, ia meyakini kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, seperti Dinas Ketahanan Pangan, SKK Migas Kalsul, dan pihak penerima manfaat sehingga program ini mampu menciptakan manfaat dan nilai yang dinikmati bersama (creating shared value).

Dharma Saputra selaku Head of Communication, Relations, & CID (CRC) PHKT Zona 10 menjelaskan bahwa pengembangan program ini didukung oleh hasil Social Baseline Study Social Mapping yang dilakukan rutin selama 4 tahun sekali, sehingga program yang disusun sesuai dengan kebutuhan sekaligus dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut.

Dengan budidaya jamur, menurut Dharma, masyarakat dapat menjalankan pertanian yang lebih efisien karena tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu budidaya jamur dapat dijalankan dengan integrasi tanaman hortikultura sehingga bernilai tambah.

“Selain menjadi solusi atas kebutuhan lahan dan kondisi iklim yang kurang mendukung usaha pertanian, budidaya jamur juga menghasilkan dampak yang bermanfaat bagi lingkungan karena terjadi penyerapan limbah serbuk kayu yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan media tanam jamu atau baglog,” jelasnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Wahab, Ketua Kelompok Bintang Jamur binaan PHKT. Menurutnya budi daya jamur mampu menyelesaikan masalah limbah serbuk kayu di Kelurahan Waru. Ia juga menambahkan, sejak dicetuskannya Program Semur Cendawan, pola pikir masyarakat sekitar terhadap permasalahan alih fungsi lahan yang terjadi dapat diubah dengan aksi pemanfataan lahan yang tersisa melalui kegiatan intensifikasi.

Pusat pembelajaran budidaya jamur di Kelurahan Waru yang merupakan lokasi Program Semur Cendawan telah memperoleh dukungan penuh dari pemerintah daerah dengan dikeluarkannya surat pernyataan oleh Dinas Ketahananan Pangan Kabupaten PPU, sebagai pusat pembelajaran dan edukasi budidaya jamur.

Sementara itu, Manager Communication Relations & CID PHI, Dony Indrawan menyatakan komitmen PHI dan anak perusahaan untuk mengembangkan program CSR yang inovatif dan berkelanjutan sejalan dengan kebijakan perusahaan untuk menjalankan operasi yang selamat, patuh, dan ramah lingkungan.

“Di program-program CSR perusahaan, kami mendorong peningkatan kapasitas serta kemandirian seluruh mitra binaan. Hal ini dibuktikan dengan terus dilakukannya upaya pendampingan serta memberikan dukungan berupa pengembangan kapasitas moril maupun materil kepada mitra binaan,” ungkapnya..

Dony menuturkan bahwa di Program Semur Cendawan ini, perusahaan memilih strategi community development, dimana pengembangan kelembagaan kelompok merupakan kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakaat mitra binaan. “Kami terus menjalin diskusi dan kerja sama terkait pengembangan program Semur Cendawan agar manfaat program ini dapat dirasakan secara luas dan menjadi program yang dimiliki bersama oleh seluruh masyarakat," ujarnya.

“PHI dan seluruh anak perusahaan dan afialiasinya senantiasa berkomitmen menjalankan program CSR yang mendukung pengembangan dan kemandirian masyarakat, selaras dengan upaya kami dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), “ pungkasnya.

 

Inovasikan SEMENJANA

Beberapa inovasi diterapkan PHKT-DOBS dalam Program Semur Cendawan ini, salah satunya penerapan Inovasi Sosial melalui Model Bisnis Inti Plusma dan Inovasi alat dari limbah non-B3 perusahaan, yaitu Sterilisasi Media Jamur dalam Bejana (SEMENJANA).

“Model Bisnis Inti Plusma merupakan model bisnis kemitraan yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pelaku usaha inti dengan memperlihatkan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”, ujar Suwantono Widji, Manager Kalimantan Field, Rabu (15/11).

Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang masih terbuka lebar, lanjut Suwantonk, kelompok binaan menjalankan budidaya jamur secara komunal dengan sistem optimalisasi pemanfaatan lahan pertanian berupa intensifikasi lahan melalui budidaya jamur dan hortikultura, serta menjadi tempat pembelajaran kolektif dan inklusif atau learning center. “Penerapan model bisnis Inti Plusma dalam program budidaya jamur ini merupakan satu-satunya di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara,” imbuhnya.

Wahab, Ketua Kelompok Bintang Jamur binaan PHKT juga menceritakan kondisi sebelum adanya inovasi oleh PHKT pada program Semur Cendawan, budidaya jamur hanya dilakukan dalam skala kecil dan upaya pemanfaatan limbah serbuk kayu tidak maksimal. Hal ini terjadi karena pada proses produksi jamur masih konvensional sehingga berdampak pada biaya produksi yang tinggi dimana mereka masih belum memiliki keterampilan untuk membuat bibit mandiri.

“PHKT telah mengubah sistem budidaya jamur yang konvensional menjadi budidaya jamur dengan produktifitas tinggi melalui penggunaan teknologi tepat guna sederhana sehingga mudah diaplikasikan dan diikuti,” ungkapnya.

Selain itu, PHKT turut berperan mengaktifkan kembali Kelompok Wanita Tani (KWT) Dahlia yang sebelumnya memiliki keterbatasan akses terhadap kegiatan pertanian. Namun kini Ibu–ibu KWT telah memiliki sumber pendapatan untuk keluarga dari budidaya jamur yang juga menjadi solusi untuk intensifikasi lahan pekarangan agar menjadi produktif.

Keberhasilan proses budidaya jamur sangat bergantung pertumbuhan myselium spora jamur yang sangat dipengaruhi oleh kondisi media tanam atau Baglog. Proses sterilasi baglog ini akan sangat menentukan keberhasilan tumbuhnya mesilium jamur.

Sebelumnya, sambung Suwantono, pada Program Semur Cendawan menggunakan cara sterilisasi konvensional dengan menggunakan drum bekas dan membutuhkan waktu sekitar 9-12 jam atau setara dengan 1 buah LPG 3 Kg untuk mensterilisasi 120 Baglog. Proses tesebut dinilai kurang efisien dalam penggunaan energi LPG.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut PHKT DOBS berhasil menciptakan teknologi tepat guna sederhana, berupa alat SEMENJANA (Sterilisasi Media Jamur dalam Bejana) yang dibuat menggunakan limbah Non-B3 PHKT berupa plat besi dan penggunaan insulasi yang maksimal yang mampu menghemat energi hingga 50%.

“Dengan kapasitas alat SEMENJANA sebanyak 240 Baglog dengan proses sterilisasi yang berlangsung sekitar 4-5 jam saja maka penghematan energi dari gas LPG 3 kg mencapai 50. Alat ini pun telah didaftarkan untuk mendapatkan paten sederhan di HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual),” jelas Suwantono.

 

Selesaikan Permasalahan Lahan

Sejak dicetuskannya program Semur Cendawan, menurut Suwantono, pola pikir masyarakat sekitar terhadap permasalahan alih fungsi lahan dapat diubah melalui aksi pemanfaatan lahan yang tersisa dengan kegiatan intensifikasi.

“Budidaya jamur ini pun mampu menyelesaikan permasalahan limbah serbuk kayu yang ada di Kelurahan Waru, dengan demikian budidaya jamur dapat menjadi solusi atas beberapa permasalahan sekaligus, serta menjadi pendorong kesejahteraan petani melalui penambahan sumber pendapatan baru dari budidaya jamur”, pungkasnya.

Sementara itu, Manager Communication Relations & CID PHI, Dony Indrawan menegaskan komitmen PHI dan anak perusahaan, termasuk PHKT, untuk terus mengembangkan program CSR yang inovatif dan berkelanjutan.

“Sejalan dengan kebijakan PT Pertamina (Persero) kami terus mendorong operasi dan bisnis yang ramah lingkungan, kami mendukung setiap inovasi yang bisa menyelamatkan dan melestarikan lingkungan sebagai mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk dalam program CSR perusahaan,” ungkapnya.

Menurut Dony, selama Program Semur Cendawan berjalan, program ini tidak hanya menghasilkan nilai tambah ekonomi saja, namun berkontribusi terhadap pemanfaatan limbah serbuk kayu sebesar 240 ton/tahun, pengurangan emisi rumah kaca sebesar 40,77 ton CO2 /tahun. Dan efisiensi pada proses sterilasi dengan alat SEMENJANA mampu mengurangi heatloss 0,37GJ/ tahun.

323