Jakarta, Gatra.com – Imparsial meminta DPR RI untuk menguji komitmen calon tunggal Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal komiten dan sikapnya soal netralitas TNI dalam Pemilu 2024.
Direktur Imparial, Gufron Mabruri, di Jakarta, Selasa (14/11), menyampaikan, DPR harus mempertimbangkan hal itu karena penunjukkan Agus Subianto diduga sarat political interest atau kepentingan politik.
“Sulit dibantah bahwa pergantian Panglima TNI kali ini dinilai sarat dengan political interest terkait dengan Pemilu 2024,” ujarnya.
Gufron menyampaikan, unsur kedekatan antara Agus Subiyanto dan Presiden Jokowi nampaknya menjadi faktor yang lebih mengemuka dalam pergantian Panglima TNI kali ini.
“Hal ini diperkuat lagi dengan promosi jabatan Agus Subiyanto yang berlangsung cepat dari yang sebelumnya diangkat menjadi KSAD dan selang seminggu [sepekan] kemudian diajukan sebagai calon tunggal Panglima TNI,” ujarnya.
Kendati Presiden Jokowi sudah tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden, lanjut Gufron, namun dalam kontestasi atau Pilpres mendatang terdapat anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang akan berkontestasi sebagai calon wakil presiden (Cawapres).
Oleh karena itu, pencalonan Agus Subiyanto sebagai calon tunggal Panglima TNI dikhawatirkan akan berdampak pada netralitas dan profesionalisme TNI untuk kontestasi politik Pemilu 2024.
“Kami menilai, DPR RI sebagai wakil rakyat harus memastikan TNI tetap berada di jalurnya sebagai alat negara di bidang pertahanan sebagaimana disebutkan Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004,” ujarnya.m
TNI juga tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 UU No. 34 Tahun 2004. DPR RI tidak boleh lagi menjadi “tukang stempel” semata, melainkan benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengawas (oversight) eksekutif.
“Pada titik ini, sepatutnya DPR benar-benar menelisik dugaan adanya political interest dalam penunjukkan Agus Subiyanto sebagai calon tunggal Panglima TNI,” katanya.
Penelusuran adanya dugaan Political interset tersebut menjadi sangat penting untuk mengklarifikasi perspektif publik yang beranggapan bahwa TNI sebagai alat pertahanan akan digunakan sebagai alat politik dalam Pemilu mendatang.
Proses pergantian Panglima TNI dalam suasana kontestasi politik ini sudah seyogyanya bebas dari kepentingan yang pragmatis-politik. Presiden dan DPR harus menghindari dan meninggalkan pola pragmatis-politis dalam pergantian Panglima TNI, seperti mempertimbangkan unsur kedekatan dengan lingkaran kekuasaan, kepentingan kelompok, dan keuntungan politik.
Pola pergantian yang berbasis pada pragmatis-politis menjadi berbahaya, karena selain menjadikan TNI rentan dipolitisasi juga menggerus profesionalitas, merusak soliditas internal TNI, dan memundurkan agenda reformasi TNI.
“Berdasarkan pandangan di atas, jika benar ditemukan adanya motif political interest terkait Pemilu 2024, kami mendorong DPR untuk menggunakan haknya untuk menolak pencalonan Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI dan meminta Presiden untuk segera mengajukan kembali nama calon Panglima TNI yang baru sebagai penggantinya,” katanya.
Gufron menjelaskan, pihanya memberi perhatian sangat serius terhadap isu netralitas dan profesionalisme TNI di tengah kontestasi politik Pemilu 2024. Hal ini menjadi penting, terutama untuk memastikan tidak ada keterlibatan TNI di semua level, baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan politik praktis, termasuk TNI diperalat oleh elit kekuasaan untuk tujuan pemenangan kandidat tertentu dalam kontestasi politik elektoral.
“Ketidaknetralan dan keterlibatan TNI dalam Pemilu menjadi berbahaya, sebab tidak hanya mengancam kebebasan dalam Pemilu, tapi juga merusak agenda Reformasi 1998 yang mengharuskan TNI untuk netral dan tidak terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan politik praktis.
Sebelumnya, Komisi I DPR RI telah merampungkan uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI Jenderal Agus Subianto pada Senin (13/11). Selanutnya, hasil tersebut akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada 21 November 2023.