Balikpapan, Gatra.com – Otorita Ibu Kota Nusantara (Otorita IKN) bersama pemangku kepentingan seni dan budaya, termasuk para seniman dan budayawan lokal di Kalimantan Timur (Kaltim) dan nasional menggelar rembug budaya. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka membangun kebudayaan.
Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Gran Senyiur Balikpapan ini digelar selama dua hari sejak Rabu (8/11) lalu hingga Kamis (9/11), dibuka secara resmi oleh Kepala Otorita IKN diwakili Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat (Sosbudpemas), Alimuddin dihadiri Direktur Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Budparekraf) Otorita IKN, Muhsin Palinrungi, budayawan nasional Butet Kartaredjasa, dan para budayawan dan seni di Kalimantan Timur (Kaltim).
“Guna membangun kebudayaan, kami OIKN, perlu melakukan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya para seniman, budayawan lokal Kaltim dan nasional melalui sebuah kegiatan rembuk budaya dalam rangka berdiskusi, membuat perencanaan dan mendukung perkembangan kebudayaan yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di IKN,” ujar Alimuddin kepada awak media usai membuka kegiatan, Rabu (8/11) lalu di Balikpapan.
Ia menjelaskan, keberlangsungan pembangunan IKN tidak lepas dari peran masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat di Kaltim. Apalagi Kaltim merupakan provinsi dengan suku, budaya dan adat yang sangat beragam. Mulai dari suku asli Kalimantan seperti Banjar, Kutai, dan dayak yang beragam jenisnya. Hingga luar Kalimantan seperti Batak, Jawa, Bugis dan lainnya.
“Itulah mengapa penting untuk membangun komunikasi dengan masyarakat adat Kaltim untuk terlibat serta dalam pembangunan IKN. Kami mengupayakan perekatan budaya. Ini karena kita akan kedatangan banyak orang dan banyak budaya yang akan masuk. Kalau kita tidak dekatkan, nanti budaya tergerus," ungkapnya.
Otorita IKN, sambungnya, melihat pembangunan IKN tak dapat lepas dari kebudayaan. Kebudayaan Nusantara ini salah satunya yang berasal dari Kalimantan. Sebagai tuan rumah IKN, warga lokal harus solid. Maka masing-masing akan jadi perekat budaya ini.
“Tapi IKN bukan hanya milik Kaltim saja, ini milik Indonesia. Tapi budaya lokal Kalimantan ini adalah bagian dari budayanya Kaltim. Terlebih hingga seperti sekarang, Kaltim tak bisa lepas dari sejarah, termasuk budaya. Jika ada yang tidak sesuai maka kita berusaha eliminir. Kita kembalikan seperti semula. Budaya jadi wahana pembauran sosial,” tuturnya.
Jika budaya dan pembauran ini berjalan dengan baik, maka akan berdampak baik terhadap pembangunan IKN. Maka pembangunan ini akan lancar. Ia percaya, masyarakat Kaltim sangat menunggu ini.
Pembangunan IKN perlu dukungan banyak pihak. Apalagi selama ini Kaltim hidup dalam keberagaman. Kendati perlu terus dilakukan pembauran sosial untuk memelihara perbedaan menjadi satu kesatuan utuh. “Jadi supporting item dalam pembangunan Nusantara,” katanya.
Saat ini, lanjut Alimuddin, berdasarkan penelitian dari Balai Bahasa Kaltim salah satunya itu menyatakan, Paser sebagai salah satu suku di Kaltim yang bahasanya terancam punah. Oleh karena itu, walaupun pemerintah daerah sudah melakukan muatan lokal di sekolah, tidak cukup efektif.
Penerapan muatan lokal bahasa daerah ini memang dapat menghambat dari kepunahan. Namun harusnya bahasa ini dihidupkan kembali di masing-masing rumah sebagai bahasa ibu.
“Karena kalau tidak nanti jadi cerita saja. Nah, untuk ini para pelaku budaya harus bersama kita. Stakeholder jadi satu,” katanya.
Otorita IKN melakukan berbagai kegiatan mencegah punahnya budaya asli Kaltim. Antara lain kegiatan rembuk budaya ini atau penyelenggaraan kegiatan lain dengan kementerian. “Ke depan kami akan bentuk sekolah vokasi seni budaya," katanya.
Terpisah Sultan Paser, Aji Muhammad Jarnawi yang bergelar YM Sultan Alamsyah III mengungkapkan, dirinya menyambut baik rembug budaya semacam ini. “Sehingga semua adat budaya di Kaltim bersatu menyongsong IKN baru di Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU),” harapnya.
Sekretaris Kesultanan Kutai Kartanegara (Kukar) Ing Martadipura, H Awang Yacoub Luthman membeberkan, Ia menilai, kegiatan rembuk budaya Ini merupakan satu upaya inisiatif dari Otorita IKN. “Nah ini perlu didefinisikan apa yang kira-kira bisa mempersatukan, kalau di Jakarta bahasa yang mempersatukan dalam keseharian adalah bahasa Betawi, kalau di Denpasar bahasa Bali, kalau di IKN harus diperjelas itu adalah bahasa Kutai,” tegasnya.
Ia menerangkan, alasan terkait bahas ini bukan menyangkut masalah tentang kesultanan tetapi secara historis sejarahnya memang demikian. Pun terkait tanah yang dipakai sekarang untuk IKN adalah tanah kesultanan Kukar.
Sementara itu, Wakil Presiden Majelis Adat Dayak (MADN), Andersius Namsi, mengucapkan terima kasih kepada Otorita IKN dalam hal ini Kedeputian Sosbudpemas yang telah melaksanakan acara ini rembug budaya yang dinilai sangat penting khususnya masyarakat Kaltim terkhususnya lagi masyarakat dayak yang ada di kaltim.
“Selain itu, di rembuk budaya ini ada masukan bagi Otorita IKN agar ada satu badan khusus yang mengembangkan seni budaya asal Kaltim sehingga budaya kita bisa dikembangkan dan promosi hingga keluar negeri,” pungkasnya.