Jakarta, Gatra.com - Bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto melarang buruh menuntut pengusaha menaikkan upah minimum setiap tahunnya. Sebagai kompensasinya, Prabowo berjanji akan memberikan berbagai subsidi kepada buruh jika terpilih menjadi presiden dalam Pilpres 2024.
"Kita sudah welfare state. Kita akan bicara ke pemimpin buruh, kesehatan tidak bayar, subsidi listrik, BBM, sekolah tidak bayar. Kita akan kasih makan siang gratis," ujar Prabowo pada Rabu (8/11).
Menanggapi hal itu, Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah mengatakan bahwa pernyataan Prabowo mewakili kepentingan kelasnya, borjuasi atau pemilik modal, yang tidak senang dengan adanya kenaikan upah buruh. Biasanya, borjuasi memang tidak ingin kenaikan upah buruh karena mengurangi keuntungan yang diperolehnya.
Di sisi lain, ia menilai pernyataan Prabowo menggambarkan ketidakpahamannya terhadap permasalahan keseharian buruh di Indonesia.
'Upah salah satu agenda utama perjuangan buruh selama ini. Nah, bila dia mengatakan tidak perlu untuk menuntut kenaikan upah setiap tahun dan harus memaklumi pengusaha itu menunjukkan watak kelasnya," ujar Ilhamsyah saat dihubungi, Jumat (10).
Menurut Ilhamsyah, semestinya seorang capres menunjukkan keberpihakannya terhadap mayoritas rakyat Indonesia dalam kerangka redistribusi kekayaan bisa adil dan merata. Negara dapat meredistribusi kekayaan dengan meningkatkan pajak untuk pengusaha. Selain itu, negara bisa mengurangi sedikit keuntungan yang diperoleh pengusaha dengan menaikkan upah buruh. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia didongkrak konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi besaran upah buruh.
"Upah yang kecil tentu akan membuat daya beli juga akan semakin rendah. Daya beli rendah akan membuat serapan terhadap konsumsi juga menjadi rendah. Dengan begitu, tentu produktivitas juga akan menurun kalau daya beli tidak ada. Semakin tinggi upah, konsumsi akan semakin tinggi dan secara otomatis juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi," jelas Ilhamsyah.
Ia mengkritik Prabowo yang menyatakan meringankan kehidupan buruh dengan berbagai subsidi supaya tidak lagi menuntut kenaikan upah minimum.
"Dia (Prabowo) baru mengatakan ‘akan’ ya. Jadi, hal yang dia sampaikan tadi masih jauh dan itu sangat menyakiti hati atau perasaan kawan-kawan dari gerakan buruh yang selama ini berjuang menuntut upah," tegasnya.
"Kalau berbicara tentang jaminan sosial, tentang jaminan pendidikan gratis, kesehatan gratis, itu memang harusnya menjadi agenda perjuangan, tetapi selama dia berkuasa, partai-partai yang ada di parlemen, tidak ada satupun yang memperjuangkan itu, kalau dia mengatakan, welfare state, welfare state ala mana yang dia pergunakan?" ucapnya.
Ia menjelaskan, dalam kerangka welfare state, negara harus memperbesar alokasi APBN untuk jaminan sosial, ketersediaan perumahan untuk rakyat, sampai menggratiskan biaya pendidikan dan kesehatan. Sebab, cita-cita negara Indonesia didirikan adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, faktanya sampai hari ini negara tidak bisa melaksanakan welfare state.
"Kalau Prabowo baru ‘akan’ menyampaikan. Itu kan suatu hal yang patut kita pertanyakan. Tetapi, kebutuhan mendesak hari ini bagi gerakan buruh naikkan upah 15% minimal, untuk wilayah Jabodetabek. Tentu untuk wilayah seperti Jawa Tengah dan beberapa wilayah di Indonesia Timur yang upahnya juga masih di bawah 3 juta itu harusnya kenaikannya lebih besar, bisa sampai 30%," ujar Ilhamsyah.