Jakarta, Gatra.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan sejumlah dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Pemerintah Batam terhadap masyarakat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Dugaan pelanggaran HAM ini terjadi berkaitan dengan rencana pengembangan proyek strategis nasional Rempang Eco City yang mengharuskan masyarakat adat setempat untuk direlokasi dari rumah mereka.
Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian mengatakan bahwa hingga saat ini masyarakat masih mengalami trauma dengan tindakan-tindakan BP Batam yang dibantu oleh aparat TNI dan Polri.
Rozy menjelaskan, ketakutan masyarakat lahir dari pengerahan aparat untuk melakukan sosialisasi ke rumah-rumah warga. Sosialisasi door to door ini dikatakan menimbulkan state psychological terror atau teror psikologi yang dilakukan oleh negara.
"Masyarakat merasa takut dan terintimidasi dengan adanya kehadiran aparat di Pulau Rempang untuk melakukan sosialisasi," ucap Rozy Brilian usai menyerahkan surat terbuka kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Jakarta, Jumat (10/11).
KontraS menilai BP Batam selaku pemerintah daerah yang berwenang dalam proyek Rempang Eco City telah melakukan cara-cara yang disebut sebagai partisipasi yang manipulatif dalam hal mengupayakan relokasi masyarakat adat setempat.
"Itu tidak terlepas dari tangannya Menteri Bahlil juga yang pada September lalu menyatakan kan sudah ada aktanya, sudah dilibatkan masyarakat dan lain-lain," ucap Rozy.
Menurutnya, ucapan Bahlil itu tidak sesuai realita. Karena hingga saat ini AMDAL untuk pengerjaan proyek Rempang Eco City belum terbit.
"Bulan lalu saja, BP Batam masih sangat gencar untuk melakukan sosialisasi terkait dengan AMDAL. Karena memang AMDAL salah satu prasyaratnya adalah partisipasi masyarakat yang terdampak, dan itu masih dilakukan," jelas Rozy.
KontraS menilai pernyataan BP Batam terkait keinginan masyarakat Rempang untuk direlokasi juga satu hal yang manipulatif. Pasalnya, hingga saat ini, belum ada bukti konkret mengenai lokasi relokasi yang dijanjikan berupa hunian layak lengkap dengan segala keperluannya.
"Mereka (masyarakat Rempang) sebenarnya akan dipindahkan sementara dulu ke rusun dan tanpa menemukan satu kejelasan terkait dengan di mana mereka akan tinggal, di mana mereka akan mencari mata pencaharian yang terjamin dan sebagainya," jelas Rozy.
Ia menambahkan, hingga saat ini pihak BP Batam dibantu dengan aparat TNI, Polri, dan Satpol PP masih giat melakukan pendampingan dan sosialisasi door to door ke rumah-rumah warga. Hal ini disebutkan masih memunculkan ketakutan di tengah masyarakat Rempang.