Jakarta, Gatra.com - Indonesia Australia Business Council (IABC), organisasi bisnis bilateral yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan Kedutaan Besar Australia menggelar acara “Indonesia Australia Business Conference 2023: Sustaining Business” di Grand Hyatt Jakarta pada 8-9 November 2023.
Penyelenggaraan acara tersebut dilatarbelakangi dengan momentum menguatnya hubungan bilateral Indonesia-Australia dan kembalinya minat investasi dunia usaha Australia di Indonesia. Acara IABC 2023 kali ini membahas berbagai topik, termasuk tren politik dan ekonomi, serta mendengarkan masukan dari dunia usaha yang menghadapi tren terbaru, dan juga pemimpin pemerintahan terkait topik perdagangan dan investasi.
Pembukaan sekaligus hari pertama IABC 2023 pada Rabu (8/11) membahas empat sesi. Di antaranya: Politik dan Ekonomi, Keberlanjutan Sumber Daya Energi, Pembangunan Daerah, dan Ekonomi Digital. Dalam sesi “Politik dan Ekonomi”, dibahas keikutsertaan Indonesia dan Australia dalam forum G20 mempunyai peluang yang besar untuk saling melengkapi. Kedua negara akan berbagi tantangan dalam menyeimbangkan posisi dan tatanan dalam era globalisasi.
Meskipun Australia dan Indonesia adalah negara demokrasi, asal usul dan prosedur keduanya sangat berbeda. Australia sudah “setengah jalan” dalam siklus pemilihan umum yang hanya berlangsung selama tiga tahun, dan Perdana Menterinya adalah pemimpin mayoritas di parlemen. Sementara, Indonesia akan mengadakan pemilu pada Februari mendatang untuk siklus lima tahunan yang akan dimulai pada Oktober 2024. Di mana di Indonesia presiden dipilih secara langsung.
Narasumber dari sesi “Politik dan Ekonomi” di antaranya Penasihat Senior Menteri Keuangan Bidang Perdagangan & Industri Internasional sekaligus Peneliti Senior pada Lembaga Penelitian Ekonomi & Sosial Universitas Indonesia (LPEM-UI), Kiki Verico; Ilmuwan Politik, Direktur Indonesia, Moderator Australia Indonesia Centre, Kevin Evans; dan Ketua Eksekutif & Kepala Konsultan, Kiroyan Partners, Noke Kiroyan.
Sesi “Keberlanjutan Sumber Daya Energi” membahas beberapa tantangan utama seputar transisi energi, penambangan mineral penting yang berkelanjutan dan pencapaian target net zero serta peluang bagi Australia dan Indonesia untuk bekerja sama di bidang-bidang ini. Indonesia dan Australia sama-sama menghadapi tantangan dan peluang dalam mengurangi intensitas karbon dalam perekonomian mereka, sekaligus memaksimalkan manfaat ekonomi dari sumber daya alam mereka.
Narasumber dari sesi “Keberlanjutan Sumber Daya Energi” di antaranya Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Prof. Irwandy; Presiden Direktur dan CEO, PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy; Pendiri & Wakil Ketua, St Baker Energy Innovation Fund, Australia, Trevor St Baker AO; Presiden Direktur, PT Sun Cable Indonesia, Tim Anderson.
Sesi “Pembangunan Daerah” membahas tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mencapai keseimbangan berkelanjutan antara kemandirian ekonomi dan integrasi ekonomi. Seperti kebanyakan negara di dunia modern, Indonesia tidak berusaha berdiri sendiri. Ia berpartisipasi secara kuat dalam perjanjian regional dan global bilateral dan multilateral untuk tujuan politik, sosial, dan komersial.
Hadir sebagai pembicara, yakni Menteri Urusan Multikultural dan Menteri Pendidikan Internasional Northern Territory, Hon Ngaree Ah Kit MLA; Menteri (Komersial) dan General Manager Asia Tenggara, Austrade, Mukund Narayanamurti; dan Country Director, Tony Blair Institute for Global Change Indonesia, Shuhaela Haqim.
Sesi “Digitalisasi Ekonomi” membahas proses mengubah informasi menjadi nilai. Bagaimana data lebih mudah disimpan dan diakses. Di mana data digambarkan sebagai faktor produksi keempat. Tampil sebagai pembicara Presiden Direktur AdaKami, Bernardino Vega; Amazon Web Services Indonesia, Alexander Lukman; Kepala Data & Analisis, Sun Life, Alex Christian; dan Gov. Affairs & Public Policy Manager, Google Indonesia, Isya Hanum.
Manufaktur dan sumber daya manusia yang andal merupakan kunci bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Manufaktur dan pengembangan SDM akan tetap menjadi kunci bagi kelanjutan pembangunan dan pertumbuhan Indonesia. Penasihat Senior Menteri Keuangan Bidang Perdagangan dan Industri Internasional, Kiki Verico menggambarkan perekonomian Indonesia tangguh dan menjanjikan, dengan ukuran pertumbuhan ekonomi inklusif bottom-up yang kuat dan membawa masyarakat Indonesia menuju kesejahteraan.
“Saat ini, 17 juta dari 31 juta angkatan kerja manufaktur Indonesia memiliki keterampilan rendah atau menengah,” kata Kiki. Upscaling and upskilling tenaga kerja akan menjadi kunci dalam hilirisasi dan menciptakan produksi bernilai tambah yang akan mengangkat ekonomi Indonesia.
“Hubungan kami dengan Australia mempunyai peran penting dalam membantu pengembangan tenaga kerja,” kata Kiki. Dalam sesi yang sama mengenai “Politik dan Ekonomi”, Direktur Australia Indonesia Centre untuk Indonesia, Kevin Evans, membahas tentang budaya politik Indonesia yang lebih canggih dibandingkan yang dianggap oleh sebagian orang.
Merespon tahun politik dan pemilu Indonesia pada Februari 2024, Kevin mengatakan bahwa Indonesia—seperti halnya negara demokrasi lainnya—konsisten menunjukkan kemampuan untuk memilih “siapa yang paling dapat diterima, bukan hanya siapa yang paling populer” dan hal ini telah mengarahkan negara ini menuju hasil yang moderat dan bermanfaat, dibandingkan hanya memilih siapa yang paling populer. Ia mencatat bahwa masyarakat Indonesia juga menerima hasil pemilu demokratis mereka, yang selanjutnya berkontribusi terhadap stabilitas ekonomi dan politik.
Forum IABC 2023 juga membahas ” Literasi Asia” sebagai proyek nasional permanen di Australia di mana Indonesia merupakan bagian integral dari negara tujuan Australia di Asia Tenggara. “Indonesia merupakan pusat bagi Australia untuk meningkatkan Literasi Asia,” kata Mukund Narayanamurti selaku Austrade’s Minister (Commercial) dan General Manager Southeast Asia.
Mukund mengatakan hal tersebut merupakan rekomendasi pertama dari laporan “Invested: Australia’s Southeast Asia Economic Strategy to 2040” yang diluncurkan oleh Pemerintah Australia pada September tahun ini. Laporan tersebut ditulis oleh Nicholas Moore AO, Utusan Khusus Australia untuk Asia Tenggara. “Saya memandang peningkatan “Literasi Asia” di Australia sebagai proyek nasional yang bersifat permanen, dan saya berkomitmen untuk mewujudkannya,” lanjut Mukund.
Investasi Asia Tenggara ke Australia terus menunjukkan pertumbuhan yang sangat kuat namun investasi Australia di wilayah ini “berbanding terbalik”. Pada sesi mengenai pelestarian sumber daya energi, salah satu pertanyaan yang dibahas adalah apakah Indonesia dapat berinvestasi dengan cukup cepat pada jaringan listrik nasional agar transisi ke energi terbarukan dapat berhasil.
“Jaringan listrik di Indonesia perlu dimodernisasi agar dapat menerima lebih banyak energi terbarukan,” kata Partner/Energy, Utilities & Resources Industry Group Leader, PwC Indonesia, Sacha Winzenried. Pembicara lainnya adalah Tim Anderson selaku Presiden Direktur pengembang energi terbarukan SunCable, yang sedang menciptakan proyek energi terbarukan terbesar di dunia yang dapat dikirim dengan kabel bawah laut sepanjang 4.200 km untuk memasok listrik rendah emisi dari Australia ke Asia dalam proyek senilai lebih dari US $28 miliar.
Tim Anderson mengatakan, kekuatan masa depan hubungan Indonesia-Australia didasarkan pada hubungan kemitraan. Namun, permasalahan dalam hubungan bilateral bukanlah kekurangan pendanaan, namun kurangnya proyek transisi energi yang dapat didanai dan memenuhi syarat pembiayaan oleh bank (bankable) di Indonesia. Ia menyatakan, SunCable berbagi ilmu dan transfer teknologi ke seluruh Indonesia, termasuk melalui tujuh kemitraan dengan universitas-universitas di Indonesia.