Home Politik Dugaan Mega Skandal Politik Keluarga Presiden Jokowi, Denny Indrayana: Indikasi Kejahatan Terencana

Dugaan Mega Skandal Politik Keluarga Presiden Jokowi, Denny Indrayana: Indikasi Kejahatan Terencana

Jakarta, Gatra.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011-2014 Denny Indrayana menilai, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) MK Nomor 90/PU U-XX 11/2023, tentang syarat pendaftaran capres dan cawapres di Pemilu 2024 ada indikasi kejahatan yang terencana dan terorganisir.

Denny menilai, dalam keputusan 90 MK itu selain mengakibatkan adanya indikasi kejahatan terorganisir, tetapi juga pelanggaran etik karena karena diduga berkaitan dengan kepentingan dinasti keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Jadi disamping menyebabkan ada pelanggaran etik, saya dalam argumen dan laporan saya mengatakan, ini ada indikasi kejahatan bukan pelanggaran, yang terencana dan terorganisir,” kata Denny dalam acara diskusi publik “Konsekuensi Putusan MKMK” secara daring pada Sabtu (4/11).

Mengapa demikian, menurut Denny, pemohon yang memenangkan gugatan mengenai batas usia capres-cawapres yang diputuskan MK beberapa waktu lalu adalah Almas Tsaqibbirru Re A, yang merupakan anak dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menurutnya memiliki hubungan dekat dengan Presiden Jokowi.

Permohonan lanjut Denny, mengenai batas usia capres-cawapres juga dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang meskipun tidak dikabulkan MK, tetapi menurutnya hal tersebut memiliki kaitannya dengan kepentingan dinasti keluarga Presiden.

“Itu menunjukkan ada kaitannya juga, dan PSI sekarang itu ketuanya Kaesang. Orang bilang kan permohonan itu dimasukkan sebelum dia menjadi ketua umum, tapi setelah dia menjadi ketua umum dia tidak mengambil langkah menarik permohonan itu. Berarti kan dia setuju, ini kan adik jadi pemohonnya,” jelas Denny.

Kemudian, kata Denny yang memutuskan tersebut adalah Ketua MK Anwar Usman yang mana dalam keputusannya dinilai memiliki konflik kepentingan.

“Kemudian yang memutuskannya pamannya (Anwar Usman). Bisa bayangkan ini, kasus yang saya menyebutnya mega skandal keluarganya Presiden,” ujar Denny.

“Tadi kalau berbicara pelanggaran etik pelakunya adalah bukan hanya hakim Konsitusi yang harusnya negarawan, tapi ketua Mahkamah Konstitusi (Anwar Usman),” sambungnya.

Oleh karena itu kata Denny, oknum-oknum yang terlibat dalam permasalahan ini seharusnya tidak hanya ditindak sebagai pelanggaran etik saja tetapi juga kejahatan yang terencana dan terorganisir.

“Karena itu saya minta ya jangan sampe etik, kalau etiknya jatuh kepada Anwar Usman dan hasilnya dinikmati oleh para pelaku yang sebernya terorganisir dan terencana ini,” jelasnya.

Denny juga mengungkapkan bahwa, ia telah meminta mengajukan permohonan uji formil atas Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat capres-cawapres. Dalam permohonan itu, ia meminta putusan tersebut sebisa mungkin tidak dapat dijadikan dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024.

Menurutnya, putusan itu nanti akan diputuskan sebelum tanggal 8 Oktober 2023 sebagai antisipasi diperlukannya penggantian pasangan calon sesuai jadwal KPU yaitu 8 Oktober 2023.

“Ini bukan hanya pelanggaran etik tapi kejahatan yang harus ada putusan lain dari MKMK di luar keputusan terkait dengan pelanggaran etik,” katanya.

720