Jakarta, Gatra.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, bahwa pihaknya terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satunya dengan kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability) dan kebijakan makroprudensial.
“Sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang dan pasar valas, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth),” kata Perry dalam konferensi pers KSSK, Jumat (3/11).
Perry mengatakan, sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI juga terus memperkuat kebijakan moneter untuk memitigasi dampak gejolak ekonomi global terhadap stabiltas nilai Rupiah. Setelah mempertahankan Bank Indonesia 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,75% selama triwulan III - 2023, BI pada RDG bulan Oktober 2023 menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 6,00%.
Kemudian, kenaikan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%. Kenaikan ini dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking.
“Untuk memitigasi dampakya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran,” jelas Perry.
Kebijakan suku bunga tersebut didukung oleh penguatan stabilisasi nilai Rupiah melalui, intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DND), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Lalu, penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar kuangan dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
Dalam kesempatan itu, Perry juga menjelaskan bahwa, BI juga memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi minerba, pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kemudian, perumahan termasuk perumahan rakyat, dan pariwisata dan ekonomi kreatif, UMKM, KUR, Mikro, dan hijau bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) yang mulai berlaku pada 1 Oktober 2023.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan diperkuat lebih lanjut dengan, melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk sema jenis kendaraan bermotor baru berlaku efektif 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Kemudian, melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6% menjadi 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5% menjadi 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5% berlaku mulai 1 Desember 2023.
“Memperkuat pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi,” pungkasnya.