Jakarta, Gatra.com - Mantan Ketua Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, mengakui pentingnya pembentukan lembaga pengawas MK. Menurutnya, pembentukan lembaga pengawas merupakan salah satu produk yang paling awal dibentuk semasa kepemimpinan Ketua MK pertama Jimly Asshiddique.
Menurut Palguna, Dewan Kehormatan merupakan produk yang dibentuk pihaknya setelah peraturan konstitusi mengenai tata tertib persidangan dibentuk. Lahirnya produk tersebut ditengarai oleh pendapat Jimly bahwa kinerja MK seharusnya diawasi oleh sebuah lembaga.
"Produk kedua yang dibuat waktu itu adalah tentang Dewan Kehormatan, dan waktu itu sengaja kami membuat agar anggota Dewan Kehormatan itu lebih banyak unsurnya dari luar, untuk menghindari adanya saling melindungi," kata Palguna dalam sidang laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi pascaputusan perkara 90/PUU-XXI/2023, di Gedung MK RI, Jakarta, pada Jumat (3/11).
Palguna menjelaskan, pembentukan Dewan Kehormatan MK dengan komposisi demikian akan memperkecil kemungkinan seorang hakim konstitusi pelanggar konstitusi menghindar dari suatu perkara. Sebab, dengan komposisi pihak eksternal yang lebih banyak, maka suara anggota dewan dari pihak hakim konstitusi akan tetap kalah banyak dibanding suara dari pihak eksternal.
"Nah, lahirlah kemudian Sapta Karsa Utama. Itulah kode etik dan pedoman perilaku hakim yang kemudian disahkan masih juga waktu itu pada masa keketuaan Prof. Jimly," ujar Palguna.
Namun, kata Palguna, MK kerap mengalami pasang-surut, sehingga persoalan pun kian terjadi akibat pembentukan Dewan Kehormatan yang cenderung tidak permanen. Selanjutnya, dibentuklah Dewan Etik untuk mengawasi kinerja MK, yang sayangnya kembali tidak bekerja karena adanya perubahan Undang-Undang MK. Oleh karena itulah, MKMK kemudian dibentuk secara ad hoc.
"[Adanya Majelis Kehormatan yang bekerja secara permanen itu penting], karena MK, dengan tidak berfungsinya Dewan Etik sebagai kiblatnya dari perubahan Undang-undang tentang MK itu menjadi tidak ada yang mengawasi," kata Palguna.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan semangat awal pembentukan MK yang justru menginginkan adanya pengawasan terhadap kinerja para hakim konstitusi. Ia menyebut, keinginan itu muncul dari kesadaran pada hakim konstitusi terdahulu akan betapa besarnya kewenangan yang diberikan kepada MK dalam menjalankan konstitusi di Tanah Air.