Jakarta, Gatra.com – Tim Kuasa Prof. Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.H., dari Lembaga Studi Hukum Indonesia (LSHI) melayangkan somasi terbuka kepada sejumlah platform loka pasar atau e-commerce yang diduga memberikan ruang kepada oknum untuk menjual buku “Hukum Adat” karya kliennya yang diduga keras bajakan atau palsu.
Prof. Laksanto dalam konferensi pers di kantor LSHI bilangan Jakarta Selatan pada Kamis (2/11), menyampaikan, telah memberikan kuasa kepada tiga advokat untuk melayangkan somasi terbuka tersebut kepada beberapa platform e-commerce.
“Saya memberikan kuasa kepada Mas Rian [Andrian Rahmanu], Nelson Kapoyos, dan Lisa yang akan menyampaikan somasi terbuka,” ujarnya.
Pria yang karib disapa Laks ini mengungkapkan, salah satu buku karyanya berjudul “Hukum Adat” terbitan Rajagrafindo Persada yang kali pertama diterbitkan pada 2016 dan sampai saat ini sudah dicetak ulang untuk kali keempat diduga keras dipalsukan.
“Buku ini diterbitkan 4 ribu, tapi ternya di beberapa aplikasi dijual secara tidak benar, patut diduga palsu, nanti dari lawyer saya yang akan sampaikan somasi kepada beberapa aplikasi ini,” ujarnya.
Andrian Rahmanu menyampaikan, pihaknya mendapat kuasa dari Prof. Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.H., untuk menyampaiakan somasi terbuka kepada sejumlah platform loka pasar atau e-commerce.
“Kami mewakili Prof. Dr. Laksanto Utomo untuk melakukan somasi terbuka terhadap platform e-commerce Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan lain-lain, dan penjual buku-buku yang diduga palsu,” katanya.
Rian demikian dia karib disapa, menyampaikan, sejumlah oknum pedagang yang menjual buku kliennya tersebut tanpa mengantongi izin dari penerbit maupun pengarang buku tersebut sehingga sangat merugikan mereka.
Bukan hanya menjual buku tanpa izin dari pengarang maupun penerbitnya, lanjut Rian, buku “Hukum Adat” yang dijual di sejumlah e-commerce karya Prof. Laksanto tersebut diduga keras palsu alias bajakan.
“Diterbitkan tanpa izin dari penerbit maupun pengarang yang diduga melanggar tindak pidana hak cipta sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” ujarnya.
Adapun isi somasi terbuka kepada sejumlah e-commerce yang diduga menyediakan ruang kepada oknum penjual yang menjual buku “Hukum Adat” diduga palsu dan tanpa izin pengarang maupun penerbit, yakni:
1. Kepada platform e-commerce yang patut diduga menjual buku-buku palsu tanpa izin dari penerbit maupun pengarang tersebut.
2. Kami meminta kepada platform e-commerce agar segera men-take down akun-akun penjual buku-buku yang patut diduga palsu.
3. Agar kepada penerbit maupun pengarang yang merasa dirugikan atas penjulan buku yang diduga palsu tersebut agar dapat menghubungi saya [Andrian Rahmanu] di kontak 087888778728.
Tim kuasa hukum menyatakan, pihaknya akan menempuh upaya hukum pidana dan perdata jika pihak e-commerce maupun penjual yang memalsukan dan menjual buku karya kliennya tanpa izin tersebut tidak menggubris somasi somasi terbuka ini.
Untuk menguatkan dugaan bahwa buku “Hukum Adat” karya Laksanto tersebut dijual tanpa izin dan dipalsukan, tim kuasa hukum sempat membeli buku melalui salah satu platform e-commerce. Mereka kemudian membuka buku yang masih dikemas rapih dari penjualnya.
Setelah dibuka, mereka meminta Heni dari bagian promosi Rajagrafindo Persada untuk menelitinya dan membandingkan dengan buku asli yang dicetak oleh Rajagrafindo. Heni memastikan bahwa buku “Hukum Adat” yang dibeli dari e-commerce tersebut palsu.
Ia menjelaskan beberapa perbedaan antara buku “Hukum Adat” yang dibeli dari salah satu e-commerce, di antaranya ukurannya tidak sama, jenis kertasnya berbeda, lem pada bagian jilidnya mudah lepas, tinta yang dipakai nempel ketika diusap, ada perbedaan antara rata kiri dan kanan naskah, serta sejumlah hal lainnya.
Pada kesempatan tersebut, Heni menceritakan kisah seorang guru besa di Univesitas Indonesia (UI) yang menulis buku selama 12 tahun, namun setelah dicetak kali pertama dan dijual dalam waktu sekitar sebulan, sudah banyak dipalsukan.
Penegak Hukum Harus Segera Menindak
Prof. Laksanto mengatakan, sangat prihatin dengan pembajakan atau pemalsuan buku. Mirisnya, buku-buku tersebut leluasa atau bebas dijual di e-commerce. Menurutnya, pemerintah harusnya melindungi para penulis agar tetap semangat menulis dan membagikan ilmunya untuk mencerdaskan bangsa.
“Yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mendukung dan melindungi penulis dan penerbit. Penerbit sudah mengeluarkan kapital besar, kalau seperti ini mereka bisa tutup. Dosen-dosen jadi malas nulis,” ujarnya.
Prof. Laksanto yang juga ketua umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, mendesak pemerintah agar berkomitmen mendukung pengarang atau penulis buku dan penerbit dengan memberantas buku bajakan.
Ia menyampaikan, pemerintah bisa juga memberikan subsidi agar harga buku menjadi lebih murah, di antaranya dengan memberikan insetif kepada penulis dan penerbit, seperti memberikan pengurangan pajak atau bentuk lainnya.
“Pemerintah harus segera bertindak, IKAPI apalagi anggotanya banyak, saya kira bisa bersama-sama untuk memerangi buku bajakan,” ujarnya.
Sedangkan kepada e-commerce, Prof. Laksanto meminta agar lebih ketat lagi bahwa buku atau apapun yang dijual oleh pihak lain di e-commerce-nya tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
“Penyedia aplikasi harus meminta terlebih dahulu hak cipta [pihak yang menjual buku] sebelum [mengizinkan penjual] meng-upload, kalau tidak, di-take down,” tandasnya.