Jakarta, Gatra.com - Hakim Konstitusi Periode 2003-2008, Maruarar Siahaan menyampaikan adanya bahaya setelah para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) menghasilkan sebuah keputusan yang tidak bisa diterima publik. Maruarar mengatakan, kepercayaan masyarakat yang dicederai akan berefek panjang.
Hal ini diucapkan Maruarar terkait dengan putusan MK yang meloloskan permohonan nomor 90 terkait batas umur calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun yang mendapat syarat tambahan, "atau pernah menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum". Seperti yang diketahui, putusan ini tengah dipermasalahkan dan tengah diproses dalam peradilan etik.
Putusan MK bersifat final dan tidak berlaku surut. Maruarar pun menganalogikan putusan nomor 90 ini sebagai anak cacat yang harus diterima apapun kekurangannya.
"Oke dia (putusan) cacat, terima, si Gibran bawa masuk, its okay. Tetapi, kalau dalam pemilu nanti apakah anda percaya kalau orang MK mengatakan pemenangnya adalah Prabowo atau Anies atau Ganjar," ucap Maruarar Siahaan dalam konferensi pers terkait Nepotisme Ketua Mahkamah Konstitusi di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Selasa (31/10).
Yang dimaksud oleh Maruarar adalah saat MK harus menyelesaikan sengketa pemilu jika hal ini terjadi. Menurutnya, keterlibatan MK dalam penyelesaian sengketa pemilu nanti justru menjadi persoalan utama saat ini.
"Oleh karena itu, standar tinggi dari hakim MK independensi seharusnya harus dipertahankan," kata Maruarar lagi.
Mantan Hakim Konstitusi ini pun menyerukan agar para hakim konstitusi yang dinilai bermasalah dan punya konflik kepentingan ini dapat lebih dahulu mengundurkan diri, tidak perlu menunggu dipecat oleh MKMK.