Jakarta, Gatra.com - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengusulkan agar DPR menggunakan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) buntut putusan atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru.
Sebagaimana diketahui, dengan dikabulkannya gugatan itu, syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pun berubah, dari yang semula ditetapkan minimal 40 tahun, menjadi minimal 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Ibu Ketua, saya Masinton Pasaribu, Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta, menggunakan hak konstitusi saya untuk mengajukan hak angket terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi," kata Masinton Pasaribu dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Sidang II Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa (31/10).
Baca juga: TPDI Nilai Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Tak Final and Binding
Masinton memandang, Indonesia tengah mengalami sebuah tragedi konstitusi sejak putusan MK itu dibacakan pada Senin (16/10) silam. Tak hanya itu, ia bahkan menyebut kondisi itu sebagai sebuah tirani konstitusi yang tak sejalan dengan fungsi konstitusi yang sesungguhnya sebagai ruh dan jiwa semangat sebuah bangsa.
Dengan demikian, kata Masinton, konstitusi yang pada dasarnya merupakan ruh dan jiwa bangsa Indonesia harus senantiasa berdiri tegak. Ia juga menyatakan bahwa konstitusi tak seharusnya dipermainkan atas nama pragmatisme politik yang sempit.
Baca juga: Rusaknya Independensi MK Dimulai dengan Pernikahan Anwar Usman & Adik Jokowi
"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi. Putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani, Saudara-Saudara. Maka, kita harus mengajak secara sadar, dan kita harus sadarkan, bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak. Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR," ucapnya.
Masinton pun menegaskan bahwa pengajuan hak angketnya itu tak berkenaan dengan kepentingan politik. Baik untuk partainya, maupun untuk salah satu pasangan capres-cawapres dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 19 - 25 Oktober 2023 lalu.
"Saya tidak bicara tentang Calon Presiden Saudara Anies dan Saudara Muhaimin Iskandar. Saya tidak bicara tentang Pak Ganjar dan Prof. Mahfud. Saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya. Tetapi, saya bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," ujar Masinton.
Sebagaimana diketahui, putusan MK itu mengundang sejumlah gelombang protes dari sejumlah pihak. Bahkan, kesembilan hakim konstitusi saat ini tengah menjalani proses persidangan di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) buntut banyaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang masuk pascaputusan tersebut.
Seperti diketahui, sebelum mengabulkan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK telah lebih dulu menolak tiga perkara dengan gugatan serupa dalam rangkaian sidang yang sama. MK menilai, gugatan yang diajukan dalam tiga perkara itu tidak beralasan menurut hukum.
Salah satunya ialah gugatan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang meminta batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun. Sementara itu, dua gugatan lainnya ialah gugatan yang dilakukan Partai Garuda dan sejumlah pimpinan daerah dengan mengajukan syarat alternatif "pernah menjadi pejabat negara" di samping batas usia minimal.