Gaza, Gatra.com - Seorang ahli patologi memeriksa jenazah di kamar mayat rumah sakit Nasser di Jalur Gaza, sembari mengambil foto dan mencatat nama mereka serta tempat di mana korban meninggal akibat ledakan bom.
Dokter menambahkan nama lain ke dalam daftar panjang dengan sebutan, “martir” dalam perang yang sedang berlangsung antara Hamas dan Israel.
“Antara tengah malam dan siang hari, 17 orang syuhada, dan lima lainnya meninggal karena sebab alamiah,” kata Dr Nahed Abu Taaema, direktur rumah sakit Nasser di Khan Yunis di selatan wilayah Palestina, kepada AFP, Senin (30/10).
Di komputernya, Taaema menunjukkan kepada AFP sebuah program di mana tulisan kata: “martir” – istilah yang digunakan warga Palestina untuk menyebut mereka yang tewas dalam perang dengan Israel – dicantumkan dalam satu tab, dan korban tewas lainnya dikelompokkan secara terpisah.
“Ahli patologi forensik menulis laporan lengkap, menyegelnya dan mengirimkannya ke kantor manajemen pasien, yang bertanggung jawab untuk memasukkan informasi ke dalam database, yang terhubung dengan Kementerian Kesehatan,” tambahnya.
Dengan menggunakan informasi yang diberikan, karyawan kantor manajemen pasien mengisi file dengan rincian setiap korban “martir” sebelum menambahkan informasi tersebut ke database komputer.
“Orang yang meninggal karena sebab alami tidak dibawa ke kamar mayat untuk diperiksa oleh ahli patologi, kecuali kematiannya diduga mencurigakan,” kata Dr Taaema.
Pada tanggal 26 Oktober, kementerian kesehatan pemerintahan Hamas di Gaza menerbitkan nama sekitar 7.000 warga Palestina yang terbunuh sejak pecahnya perang dengan Israel pada tanggal 7 Oktober.
Kini, korban tewas warga Palestina akibat pemboman terus-menerus oleh Israel di wilayah yang terkepung telah meningkat menjadi lebih dari 8.300 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Dengan menerbitkan daftar tersebut, kementerian bermaksud membuktikan kredibilitasnya, setelah kebenaran jumlah korban tewas di Gaza dipertanyakan oleh Presiden AS Joe Biden.
Sedihnya petugas kesehatan di lapangan
Dukungan AS terhadap Israel tidak tergoyahkan sejak awal perang, dipicu oleh serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menyebabkan lebih dari 1.400 orang tewas di Israel, sebagian besar warga sipil, menurut pihak berwenang Israel.
Beberapa korban serangan udara di Gaza terdaftar sebagai “tidak diketahui”, dan arsip mereka diperbarui kemudian ketika jenazah diidentifikasi oleh keluarga.
Bagi Rizk Abu Rok, seorang paramedis berusia 24 tahun di Bulan Sabit Merah Palestina, mengangkut mereka yang tewas dan terluka akibat pemboman Israel ke rumah sakit, telah menjadi rutinitas sehari-hari.
Namun tidak ada yang bisa mempersiapkannya menghadapi kengerian yang dialaminya pada 22 Oktober.
Setelah menerima laporan bahwa Kafe Rio di Khan Yunis telah diserang, Abu Rok bergegas ke lokasi kejadian dengan ambulans, dicekam ketakutan karena mengetahui bahwa ayahnya dan kerabat lainnya telah berlindung di sana.
“Saya yakin bahwa saya akan menggendong jenazah orang yang sangat saya cintai,” katanya.
Sesampainya di lokasi pengeboman, ia merawat orang yang terluka parah dan memberikan pertolongan pertama sebelum membawanya kembali ke rumah sakit Nasser.
“Ketika saya tiba, saya bergegas ke ruang gawat darurat dan menemukan ayah saya di sana. Dia mengalami luka di kepala. Saya langsung tahu bahwa dia sudah mati,” katanya.
“Saya pingsan dan kehilangan keberanian. Perawat membawa saya keluar untuk menenangkan saya,” tambahnya.
Ketika dia sadar kembali, Abu Rok kembali masuk ke ruang gawat darurat untuk melihat apakah ada lagi kerabatnya di sana.
“Saya menemukan mereka semua, satu demi satu: Ajnad, Jamal dan Talal Abu Rok, Mohammed Abu Rjeileh dan Ahmad Qodeih. Mereka semua terbunuh di kafe bersama 10 orang lainnya,” ujarnya.
Mayat-mayat tersebut dibawa ke kamar mayat untuk diperiksa oleh ahli patologi, sehingga menambah jumlah korban dalam sistem akuntansi rumah sakit Nasser yang menyedihkan.