Jakarta, Gatra.com - Jaksa penuntut umum (JPU) menjabarkan aliran dana yang diterima terdakwa kasus korupsi BTS 4G Irwan Hermawan bersama dengan Windi Purnama, yang saat ini statusnya masih tersangka. Aliran dana ini dipercaya jaksa sebagai cara Irwan Hermawan untuk memperkaya dirinya atau beberapa pihak lain.
Sebelum membacakan tuntutan kepada Irwan Hermawan, JPU terlebih dahulu menjelaskan sejumlah fakta persidangan, salah satunya adalah aliran dana yang diterima oleh Irwan Hermawan bersama dengan Windi Purnama.
"Terungkap fakta hukum. Satu, terdakwa Irwan Hermawan bersama dengan Windi Purnama menerima sejumlah uang Rp 37 miliar, " ucap JPU dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/10).
Selain itu, lanjut jaksa, Irwan Hermawan dan Windi Purnama disebutkan menerima uang senilai Rp 27,5 miliar, Rp 7 miliar, Rp 60 miliar, Rp 57 miliar. Jika ditotal, uang yang diterima pada saat ini sudah mencapai Rp 188,5 miliar.
Irwan Hermawan juga menerima sejumlah uang yang merupakan komitmen fee dari para konsorsium. Salah satunya dari PT Huawei. Jaksa menyebutkan, pembayaran komitmen fee dari PT Huawei merupakan saran dari Irwan Hermawan dan terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak.
"Pembayaran komitmen fee sebesar 8,5 persen kepada PT Sarana Global Indonesia (SGI) melalui PT Lintas Arta yang disamarkan sebagai biaya pengawasan kegiatan BTS 4G," jelas jaksa.
Sementara, PT Lintas Arta membayarkan commitment fee sebesar 10 persen kepada PT JIG. Pembayaran ini disamarkan menjadi purchase order (PO) untuk jasa pengawasan. Padahal, order ini merupakan pekerjaan fiktif karena tidak pernah dilakukan oleh PT JIG dan PT SIG.
"Terdakwa Irwan Hermawan bersama dengan Windi Purnama menerima sejumlah uang senilai Rp 29 miliar bagian dari komitmen fee atau pengawasan fiktif," ucap jaksa.
Sebenarnya, uang yang diterima PT SIG dari PT Lintas Arta besarnya Rp 33 miliar. Namun, sebesar Rp 4.418.427.133, dipotong untuk kepentingan PT SIG, yaitu untuk membayar pajak PPn sebesar kurang lebih Rp 3,2 miliar. Sisanya, Rp 1,2 miliar merupakan fee 4 persen untuk PT SIG.
Terdakwa Irwan Hermawan bersama dengan Windi Purnama juga menerima komitmen fee sebesar Rp 23 miliar atas pekerjaan pengawasan fiktif dari PRT JIG Nusantara Persada. Uang ini diterima dari PT Lintas Arta, dari total Rp 28 miliar yang ditransfer, PT JIG Nusantara Persada menerima Rp 5 miliar untuk kepentingannya.
"Pembayaran komitmen fee yang disuruhkan oleh terdakwa Irwan Hermawan dan Galumbang Menak Simanjuntak kepada konsorsium Lintas Arta, Huawei dan SEI untuk pengadaan BTS 4G paket 3 dilaksanakan," ucap jaksa lagi.
Pembayaran komitmen fee PT Huawei melalui PT Lintas Arta kepada PT SGI atau dari PT SGI ke Lintas Arta disamarkan dengan kontrak pengawasan fiktif. Nilai transaksi mencapai Rp 33.395.880.794.
Jumlah ini dipotong oleh PT SIG sebesar Rp 3.211.066.230, untuk PPn dan Rp 4.207.360.903, untuk fee 4 persen.
"Ada uang Rp 28.979.800.000 diserahkan kepada terdakwa Irwan Hermawan dan Windi Purnama dengan cara ditransfer ke beberapa perusahaan yang dikelola oleh PT SIG kemudian dicairkan diserahkan cash kepada Irwan Hermawan," jelas jaksa.
JPU juga mengatakan, Irwan Hermawan menerima komitmen fee dari untuk paket 4 dan 5, yaitu PT Waradhana Yusa Abadi sebesar Rp 28,1 miliar melalui Steven Sutiawan Sutrisna selaku direktur PT Waradhana.
Penerimaan uang ini dilakukan melalui lima perusahaan, yaitu PT Dotnet Inter Corpora, PT Beta Karya Otsura, PT Alkor Trada Intergra, PT Konserva Tele Mitra, PT Purwadaya Cipta.
Tuntutan para tersangka
Dalam persidangan hari ini, Jaksa menuntut Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan dengan hukuman selama enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Jika uang denda ini tidak dapat dibayar, Irwan dituntut masa pidana tambahan selama tiga bulan penjara.
JPU juga menuntut Irwan untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp 7 miliar. Jika Irwan tidak dapat membayar, ia dituntut masa penjara tambahan selama tiga tahun.
Selain Irwan Hermawan, JPU juga membacakan tuntutan untuk dua terdakwa lain dalam kasus perkara yang sama. Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali dituntut enam tahun penjara dengan denda Rp 500 juta. Jika pembayaran denda tidak terpenuhi, Mukti Ali dituntut masa penjara tambahan selama enam tahun.
Sementara itu, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak dituntut 15 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar. Jika pembayaran denda tidak terpenuhi, Galumbang dituntut masa penjara tambahan selama satu tahun.
Selain Galumbang Menak, Irwan Hermawan, dan Mukti Ali yang mendengarkan tuntutannya hari ini, tiga terdakwa lainnya, yaitu Mantan Menkominfo, Johnny Gerard Plate, Dirut Bakti, Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto sudah lebih dahulu mendengar tuntutan mereka pada Rabu (25/10).
Mantan Menkominfo, Johnny Gerard Plate dituntut 15 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar. Plate juga diminta untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp 17,8 miliar. Jika tidak terpenuhi, Plate dituntut masa penjara tambahan selama 7,5 tahun.
Anang Achmad Latif dituntut 18 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar. Anang juga diminta untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp 5 miliar. Jika tidak terpenuhi, Anang dituntut masa penjara tambahan selama 9 tahun.
Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Jika uang denda ini tidak dapat dibayar, Yohan dituntut masa pidana tambahan selama 3 bulan penjara.
JPU juga menuntut Yohan untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp399.992.400. Jika Yohan tidak dapat membayar, ia dituntut masa penjara tambahan selama tiga tahun.
Selain enam terdakwa yang sudah mendengarkan tuntutannya, masih ada beberapa tersangka lain yang masih diproses hukum dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp8 triliun.
Beberapa tersangka ini antara lain, Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan; Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti Kominfo, Elvano Hatorangan; Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemy Sutjiawan; dan Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza; Staf Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang, Edward Hutahaean, dan Sadikin Rusli.