Jakarta, Gatra.com - Polemik sengketa Hotel Sultan terus bergulir. PT Indobuildco yang membawahi Hotel Sultan melayangkan gugatan kepada Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Sidang perdata atas kasus tersebut dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Pusat, Senin (30/12).
Kuasa hukum PT Indobuildco, Amir Syamsudin, menyayangkan tindakan sepihak yang dilakukan PPKGBK untuk mengosongkan bangunan hotel seperti menutup akses hotel lewat pemasangan sejumlah portal beton. Ia menyebut aksi tersebut sebagai tindakan main hakim sendiri.
"Kami tidak main hakim sendiri bahwa kami kemarin membuka akses pintu dan sebagainya. Karena itu di dalam halaman kami, bukan di luar. Orang datang ke halaman kami pasang segala kendala kesulitan untuk akses di dalam satu kompleks usaha kami,” ujarnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain mengganggu kegiatan hotel, Amir mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan PPKGBK menimbulkan keresahan ribuan karyawan yang masih bekerja di Hotel Sultan.
“Bisa dibayangkan keresahan seperti apa yang kira-kira akan dihadapi kalau cara-cara main hakim ini dibiarkan berlarut-larut," ujarnya, ditemui sebelum memasuki ruang sidang.
Amir menegaskan bahwa tindakan PPKGBK yang meminta Indobuildco mengosongkan lahan Hotel Sultan dipandang tidak memiliki legal formal atau kekuatan hukum tetap.
"Pada umumnya didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum pasti. Nah, kalau di dalam perkara ini kalau mencari tidak akan menemukan selembar pun dokumen yang mendukung saya ucapkan tadi," tegas Amir.
"Jadi adanya satu putusan pengadilan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan tanah sengketa itu tidak kita temukan," tambahnya.
Selain itu, Amir turut menyinggung pelibatan unsur personel TNI/Polri dalam mendesak PT Indobuildco mengosongkan hotel. Menurutnya, tindakan tersebut tampak amat ganjil.
"Satu keganjilan dan keanehan terutama bagi saya yang sudah puluhan [tahun] berpengacara. Ini apa yang sebenarnya terjadi? Karena di dalam hukum tidak ada orang main hakim sendiri. Main [hakim] sendiri berarti mengabaikan ketertiban dan itu tidak pernah terjadi selama adanya republik ini," ujarnya.