Jakarta, Gatra.com – Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sudah tidak kredibel di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) karena sejumlah putusan kontroversial, di antaranya soal UU Cipta Kerja (Ciptaker) hingga teranyar batas usia calon presiden-wakil presiden (Capres-Cawapres).
“Mengabulkan ini tindakan yang merendahkan Mahkamah sehingga menjadi aneh Mahkamah Konstitusi mengabulkan,” kata Aswanto, mantan Hakim MK dilansir dari kanal Youtube Pusat Kajian Konstitusi, Demokrasi, dan HAM pada Sabtu (28/10).
Senada dengan Aswanto, budayawan Goenawan Mohamad dalam diskusi beranda politik bertajuk “Demokrasi dan Ancaman Terhadapnya” mengatakan, putusan MK merusak tatanan hukum sehingga demokrasi dalam taraf mengkhawatirkan.
“Tatanan hukum dirusak oleh MK sendiri dan itu yang mengkhawatirkan. Kalau MK merusak, maka kepercayaan orang kepada wasit yang tidak memihak akan hilang dan kalau kepercayaan hilang maka konflik tidak bisa diatasi dengan damai,” ujarnya.
Watawan senior tersebut mengaku kecewa dengan kondisi demokrasi saat ini. Ia mengaku telah menulis soal itu dan mendapat respons yang luar biasa dari masyarakat atau publik.
Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia (UI), Sulistyowati Irianto, menilai keputusan MK yang sangat dihormati telah kehilangan legitimasi dan miskin kredibilitas.
“Penyebabnya ada di ranah politik semua orang membicarakannya, soal nepotisme, kolusi, etika yang hilang. Itu berdampak pada ruang keluarga, jadi ada hubungan langsung antara negara dan ruang keluarga,” ujarnya.
Putusan kontroversi MK teranyar adalah tentang batas usia, menurutnya akan memperkuat dinasti politik keluarga yang sangat disayangkan sekaligus menjadi pelajaran yang tidak baik bagi keluarga di Indonesia.
“Praktiknya menunjukkan kamu enggak usah kerja keras, cukup ayahmu jadi apa lalu orang bisa melompat-lompat. Itu pelajaran yang sangat tidak baik bagi keluarga Indonesia yang ingin membangun Indonesia berkarakter,” ujarnya.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah memberikan karpet merah bagi putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Pasalnya, MK menyatakan, seseorang yang belum berusia 40 tahun pun bisa menjadi capres atau cawapres asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.