Jakarta, Gatra.com- Polri selesai memeriksa Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syarul Yasin Limpo (SYL) di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Polda Metro Jaya konsolidasi dengan tim penyidik gabungan sebelum menggelar perkara menetapkan Firli Bahuri tersangka.
"Nanti, kami akan update berikutnya, tapi yang jelas hasil pemeriksaan hari ini kemudian akan menjadi bahan konsolidasi dari tim penyidik gabungan untuk kemudian kami tentukan langkah penyidikan selanjutnya," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, dikutip Rabu, (25/10)
Ade tidak memastikan tahapan selanjutnya adalah gelar perkara. Namun, kasusnya ini telah naik ke tahap penyidikan. Artinya, penyidik sudah mengantongi unsur pidana.
"Kami konsolidasi untuk menentukan langkah penyidikan selanjutnya. Artinya tahapan ini kami lalui secara teliti, cermat, dan bentuk transparasi kami kepada rekan media, kami selalu update perkembangan penyelidikan," ujar Ade.
Ade enggan mengatakan telah mengantongi bukti-bukti dalam kasus dugaan pemerasan ini. Dia hanya menekankan dalam tahap penyidikan proses yang dilakukan adalah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
"Nanti ya ada mekanisme gelar perkara dalam rangka kepentingan penetapan tersangka, itu nanti," kata Ade.
Firli selesai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam mulai pukul 10.00 WIB. Ketua Lembaga Antirasuah itu keluar gedung Bareskrim Polri pukul 19.30 WIB. Namun, dia kucing-kucingan dengan awak media. Pimpinan lembaga tindak pidana korupsi itu lolos dari pantauan awak media di lokasi.
Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK telah naik ke tahap penyidikan usai gelar perkara pada Jumat, (6/10). Polda Metro Jaya telah menerbitkan surat perintah penyidikan guna melakukan serangkaian penyidikan mencari dan mengumpulkan bukti untuk penetapan tersangka.
Tersangka nantinya dikenakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.