Jakarta, Gatra.com - Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 125 negara dalam Indeks Hak Kepemilikan Internasional (IPRI) 2023, yang dirilis oleh Property Rights Alliance di Washington DC. Peringkat itu melonjak dari peringkat 67 pada tahun 2022. Center for Market Education Indonesia (CME-ID) adalah mitra Property Rights Alliance dan berkontribusi pada laporan tahunan dengan analisis Indonesia. Laporan lengkapnya dapat diunduh di sini: https://www.internationalpropertyrightsindex.org/full-report
Menurut IPRI 2023, tiga negara dengan skor perlindungan hak kepemilikan tertinggi adalah Finlandia, Singapura, dan Belanda. Sebaliknya, lima negara yang berada di peringkat terbawah adalah Chad, Republik Demokratik Kongo, Haiti, Yaman, dan Venezuela. Penghitungan IPRI 2023 melibatkan seratus dua puluh lima negara mewakili 93,4% dari populasi dunia dan 97,5% dari PDB global.
Ekonom kenamaan sekaligus Presiden Institute for Liberty and Democracy, Hernando de Soto menyoroti bahwa laporan tersebut mendukung fakta bahwa hak kepemilikan berkorelasi kuat dengan keberhasilan ekonomi dan kualitas hidup yang lebih tinggi.
Direktur Eksekutif Property Rights Alliance dan Editor IPRI Lorenzo Montanari menyatakan, setiap tahun, IPRI menyoroti peran kunci yang dimainkan hak kepemilikan, tidak hanya dalam menjaga sistem ekonomi yang adil dan transparan, tetapi juga dalam menjadi tulang punggung dari pasar bebas.
Hak kepemilikan adalah salah satu pilar paling penting dari masyarakat bebas dan hak asasi manusia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. “Indeks 2023 akan menjadi alat penting bagi pembuat kebijakan dan komunitas bisnis untuk memahami bagaimana tiga komponen utama dari ekosistem hak kepemilikan (Hukum dan Politik, Hak Kepemilikan Fisik, dan Hak Kekayaan Intelektual) berinteraksi untuk menarik investasi dan menumbuhkan institusi yang sehat,” ujar Lorenzo.
Skor IPRI Indonesia meningkat sebesar 0,197 menjadi 4,996. Indonesia menduduki peringkat ke-11 di wilayah Asia dan Oseania serta peringkat ke-63 secara global. Tahun sebelumnya, Indonesia menempati peringkat ke-12 di tingkat regional.
Kesimpulan utama yang dapat ditarik dari laporan Property Rights Alliance sebagai berikut:
1. Indonesia mengalami peningkatan baik dalam skor IPRI maupun peringkat dunianya, dan hal ini terutama disebabkan oleh:
- Peningkatan signifikan dalam Hak Kekayaan Intelektual, dengan skor mutlak Indonesia naik menjadi sebesar 0,648.
- Peningkatan juga terjadi pada subkomponen Hukum, Proses Pendaftaran, dan Perlindungan Hak Cipta.
- Perlindungan Hak Cipta naik sebanyak 68 posisi.
2. Indonesia memiliki peringkat global yang sangat rendah, yaitu ke-85 dalam hal Stabilitas Politik, dengan skor mutlak mengalami penurunan sebesar 0,108 antara tahun 2022 dan 2023.
Country Manager CME Indonesia, Alfian Banjaransari menyatakan, lonjakan signifikan dalam peringkat IPRI Indonesia tahun 2023 merupakan kejutan yang patut diapresiasi. Betapa tidak, sejak peringkat IPRI terakhir, Indonesia telah melakukan sejumlah reformasi substansial, terutama di bidang kekayaan intelektual.
“Agaknya perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam peringkat IPRI Indonesia tahun 2023. Di antara terobosan-terobosan ini, yang paling mencolok adalah fitur persetujuan otomatis dalam Sistem Pencatatan Hak Cipta Indonesia dan pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP Law),” kata Alfian.
Pencapaian terlihat ketika Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham meluncurkan sistem POP-HC (Persetujuan Otomatis Pencatatan) yang mempercepat periode pemrosesan aplikasi hak cipta dari 14 hari kerja menjadi hanya 10 menit. “Sistem ini menyederhanakan proses aplikasi dengan mengotomatisasi prosedur birokratis yang biasanya memakan waktu dan menghasilkan sertifikat hak cipta elektronik. Kami melihat ini sebagai terobosan yang baik,” tuturnya.
"Selain itu, Indonesia juga membuat kemajuan dalam perlindungan data pribadi. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru dapat menjadi payung untuk penegakan dan perlindungan data pribadi di Indonesia. UU PDP ini juga mengandung sejumlah poin yang lebih stringent dan sophisticated yang akan senantiasa kita kawal,” katanya.
Perkembangan tersebut menunjukkan indikasi bahwa Indonesia sedang melangkah ke arah yang benar. “Berhubung tahun 2024 adalah tahun pemilu di Indonesia, menarik untuk dicermati bagaimana hal ini dapat memengaruhi kondisi hak kepemilikan di Indonesia, terutama jika dilihat melalui lensa stabilitas politik,” pungkas Alfian.