Jakarta, Gatra.com - Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar sejak 2017 sekaligus mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman bersama beberapa peneliti dari Themis Indonesia kembali mendorong Komnas HAM untuk melakukan investigasi terhadap dugaan transaksi jual beli senjata yang dilakukan oleh tiga BUMN Indonesia kepada pihak Junta Myanmar.
Marzuki mengatakan, pihak Komnas HAM sudah menerima laporan pengaduan dari pihaknya dan akan memproses lebih lanjut. Ditemani pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, Marzuki bersama tim dari Themis Indonesia diterima oleh Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan dan Anis Hidayah.
"Ini tentu sesuatu yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut karena bersangkutan dengan satuan usaha Indonesia dalam transaksi persenjataan dan berlawanan dengan resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer di Myanmar," ucap Marzuki Darusman usai pertemuan dengan pada komisioner di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (23/10).
Tiga BUMN yang diduga terlibat dalam transaksi perdagangan dengan Junta Myanmar adalah PT PINDAD, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Ketiganya tergabung dalam DEFEND ID.
Marzuki menjelaskan, investigasi dari Komnas HAM dibutuhkan karena undang-undang Republik Indonesia tentang hak asasi manusia mengharuskan dilakukannya penyelidikan untuk memperjelas indikasi keterlibatan pihak Indonesia dalam kasus pelanggaran HAM, terutama pada kasus yang sudah mengindikasikan adanya pelanggaran HAM berat.
"Ini suatu kondisi di mana rakyat Myanmar sedang berjuang untuk melepaskan diri dari penindasan Junta Militer yang sudah 70 tahun menguasai keadaan di sana. Karena itu, Komnas tidak bisa hanya memperlakukan ini sampai ke pengaduan biasa, tapi latar belakang ini harus diketahui konteksnya," ucap Marzuki.
Sebelumnya, ketiga BUMN yang tergabung dalam DEFEND ID ini sudah membantah adanya transaksi persenjataan dengan Junta Myanmar. Namun, Marzuki berpendapat, informasi yang timnya dapatkan menunjukkan sebaliknya. Marzuki menjelaskan, beberapa dugaan adanya transaksi dengan Junta Myanmar ini justru didapatkan dari sumber yang terbuka kepada publik, misalnya rilis resmi yang dipublikasikan di website masing-masing BUMN.
"Bahwa mereka membantah itu tentu haknya. Tetapi, bahwa nyatanya ada rilis dari PINDAD sendiri bahwa ada transaksi itu, itulah titik awal untuk melakukan penyelidikan seberapa benar untuk dinyatakan itu," jelas mantan Jaksa Agung ini.
Marzuki menegaskan, BUMN tidak bisa lepas tangan atas produk yang ia jual ketika hal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM berat.