Bantul, Gatra.con - Dinilai menjadi ancaman pemecah belah bangsa di pemilihan umum, politik identitas untuk meraih kekuasaan dinilai tak mampu memecah Indonesia. Sikap pragmatis rasional masyarakat Indonesia menjadi penyelamatnya.
“Sikap pragmatis rasional adalah perilaku di masyarakat menjelang pemilihan umum baik skala daerah maupun nasional. Sikap ini membentuk kekuatan masyarakat tidak terpengaruh ideologi atau identitas yang ditawarkan elit politik,” kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Al Makin, Minggu (22/10) siang.
Hal ini diutarakan Al Makin saat menjadi pembicara dalam diskusi ‘Politik Identitas sebagai Ancaman Demokrasi dalam Pemilihan 2024’ yang digelar oleh Aliansi Bela Garuda di Bantul, Yogyakarta.
Dalam sikap tersebut, masyarakat yang memiliki hak pilih melatih daya rasionalitasnya dalam menentukan pilihan terlepas dari ideologi yang ditawarkan. Sebagai pemilih, masyarakat hanya melihat apa yang ditawarkan.
“Sehingga di alam bawah sadar, pemilih di Indonesia cenderung tidak melihat sosoknya namun berapa yang ditawarkan. Ini sisi negatifnya. Sisi positifnya, sikap pragmatis ini membuat mereka dengan sadar menjatuhkan pilihan dipengaruhi hal-hal lainnya,” jelasnya.
Sikap inilah yang menjadikan masyarakat, sejak 2014 dan 2019, saat marak politik identitas tidak terpecah belah. Mereka bersikap rasional dengan memilih calon yang menawarkan nilai material langsung.
Bahkan Al Makin meyakini pada Pemilu 2024 nanti, politik identitas maupun polarisasi tidak akan segencar seperti pemilu sebelumnya. Hal ini karena warga masih menerapkan perilaku pragmatis rasional dalam memilih. Konsolidasi dan koalisi yang dilakukan elit dengan cepatnya memberi gambaran bahwa politik Indonesia aman-aman saja.
Narasumber lainnya, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto, mengatakan sebenarnya para elit politik dan tokoh-tokoh penting masyarakat mampu mengurangi ancaman politik identitas dengan menggali dan mengenali kembali semangat dan nilai-nilai yang diusung pendiri bangsa.
“Salah satunya adalah melakukan ziarah ke berbagai makam peninggalan pendiri bangsa. Dari sana kita belajar kembali bagaimana pendiri bangsa ini bekerja keras melahirkan Pancasila yang mampu menyatukan bangsa,” jelasnya.
Bahkan, Eko meminta elit politik maupun masyarakat tidak mempedulikan dan tidak menerapkan politik identitas. Pasalnya selesai pemungutan suara, masyarakat akan kembali dihadapkan pada sosok-sosok yang berlawanan tersebut bersama-sama hidup damai.
Koordinator Aliansi Bela Garuda, Totok Ipurwanto, menyebut populisme dan politik identitas masih akan muncul dalan politik Indonesia.
Melalui diskusi ini pihaknya ingin mengingatkan bahwa kesadaran politik masyarakat perlu ditingkatkan kembali agar provokasi dan kebencian tidak mewarnai Pemilu 2024.