Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan majelis hakim tingkat kasasi yang memutus menolak kasasi jaksa penuntut umum dalam perkara dugaan suap hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Putusan perkara nomor: 5241 K/Pid.Sus/2023 ini dibacakan pada hari ini (19/10/2023) dan diadili oleh ketua majelis Dwiarso Budi Santiarto dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana.
“Disisi lain, kami menyayangkan karena dalam perkara yang bermula dari tangkap tangan tersebut, majelis hakim pengadilan juga telah memutus bersalah kepada para terdakwa lainnya yang terdiri dari para hakim, ASN, pengacara dan dari pihak pelaku swasta,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (19/10).
Menurut Ali, KPK masih akan menunggu amar putusan lengkapnya untuk dipelajari lebih lanjut. Di mana sebagaimana diketahui, dalam putusan tersebut majelis hakim hanya membacakan putusannya saja, sedangkan pertimbangan putusan tidak dibacakan.
“Adapun Gazalba Shaleh saat inipun statusnya masih menjadi Tersangka untuk dugaan tindak pidana korupsi lainnya, yaitu Gratifikasi dan TPPU,” ujarnya.
Ali menjelaskan proses hukum pada dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan perkara di peradilan dimaknai tidak hanya sebagai penegakan hukum untuk memberikan deterent efect kepada para pelakunya. Namun juga sebagai upaya untuk mendorong perbaikan secara menyeluruh sektor peradilan di Indonesia.
“Maka dengan sistem peradilan yang bersih dan bebas dari korupsi, akan dapat menghasilkan putusan-putusan yang berintegritas dan berkeadilan sesuai dengan prinsi-prinsip hukum yang berlaku,” jelasnya.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis bebas hakim agung nonaktif Gazalba Saleh pada Selasa (1/8/2023) karena dinyatakan tidak terbukti melakukan korupsi, yakni menerima suap SGD 20 ribu terkait pengurusan perkara kasasi pidana terhadap Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Budiman Gandi.
KPK menuntut Gazalba dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf C jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.