Jakarta,Gatra.com - Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang memenuhi panggilan pemeriksaan Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Saut mengaku akan membeberkan larangan pimpinan KPK selama menangani kasus korupsi. Ia menyebut, terdapat 90 aturan yang mengatur kerja lembaga antirasuah itu.
Menurut Saut, aturan kerja KPK itu diatur sejak 2004 hingga 2018. Hal tersebut diungkapkannya saat mendatangi Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai ahli dalam kasus pemerasan.
"Yang terakhir saya ingat di sana tahun 2018 itu mengenai tata kerja. Tata kerja KPK itu diatur dari apa, dari hampir 90 peraturan itu terakhir saya meninggalkan KPK itu ada peraturan Nomor 3/2018," ujarnya di Jakarta, Selasa (17/10).
"Di situ mengatur seperti apa KPK, kan surat masuk nih ditampung oleh siapa surat itu, surat pengaduan, terus bagaimana prosesnya dan seterusnya," lanjutnya.
Dalam aturan itu, dijelaskan pimpinan KPK dengan alasan apapun tidak boleh bertemu dengan orang yang diadukan, baik langsung maupun tidak langsung.
"UU KPK sudah begitu kan, dengan alasan apapun kata-katanya gitu kan, dengan alasan apapun tidak boleh bertemu (pihak yang berperkara). Itu di Pasal 36. Di Pasal 65 di pidana 5 tahun," kata Saut.
Ia menuturkan, setiap pimpinan mesti mengetahui langkah dan progres setiap kasus yang ditangani pihaknya. Oleh karena itu, dirinya akan menjelaskan prosedur yang ada di KPK sesuai aturan yang berlaku.
"Kayaknya enggak ada yang ditutupi di sini, enggak boleh ditutupi di sini, itu menghalangi penyidikan," kata dia.
Diketahui, nama eks Mentan SYL terseret kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK saat pengusutan di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2021 lalu.
Kasus ini berawal dari adanya pengaduan masyarakat (dumas) ke Polda Metro Jaya soal dugaan pemerasan pada (12/10).
Kendati demikian, Direktur Reskrimsus Polda Metro Kombes Ade Safri Simanjuntak enggan mengungkapkan siapa sosok yang membuat dumas tersebut. Ia berdalih hal ini demi menjaga kerahasiaan pelapor.
"Untuk pendumas atau yang melayangkan dumas yang diterima 12 agustus 2023 kami menjaga kerahasiaan pelapor untuk efektifitas penyelidkan," kata Ade Safri kepada wartawan, Kamis (5/10).
Selanjutnya, Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah untuk memverifikasi dumas tersebut. Setelahnya, pada (15/10) polisi menerbitkan surat perintah Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket) sebagai dasar atas dumas itu.
"Dan selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 2023 telah diterbitkan surat perintah penyelidikan sehingga kemudian tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian penyelidikan untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari dugaan tindak pidana yang dilaporkan yang dimaksud," ungkapnya.
Kemudian, Ade mengatakan pihaknya mulai melakukan serangkaian klarifikasi kepada sejumlah pihak mulai (24/10). Selama proses penyelidikan, ada enam orang saksi yang diperiksa mulai dari sopir SYL, ajudan SYL, hingga Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar.
Setelah itu, penyidik akhirnya menaikan status kasus pemerasan tersebut ke penyidikan dari hasil gelar perkara pada Jumat (6/10). Artinya, ada tindak pidana yang dilakukan dalam kasus tersebut. Namun, hingga kini polisi masih merahasiakan sosok pelapor maupun pimpinan KPK yang dimaksud.
Dalam proses penyidikan, polisi juga sudah memeriksa sejumlah saksi yang di antaranya adalah SYL hingga Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar. Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.