Jakarta, Gatra.com - Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang tiba di Polda Metro Jaya untuk diperiksa terkait kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Saut sendiri tiba sekitar pukul 10.05 WIB dengan diantar menggunakan mobil golf ke Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/10).
Saut mengaku belum mengetahui mengapa penyidik memanggil dirinya dalam kasus tersebut. Namun, menurutnya dimungkinkan dirinya akan ditanya terkait mekanisme pimpinan KPK.
"Iya mungkin seperti itu, walaupun gak ahli-ahli banget lah. Tapi mungkin penyidik menganggap ahli ya oke silakan," kata Saut kepada wartawan, Selasa (17/10).
Mekanisme pimpinan yang dimaksud yakni tertuang dalam Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saut mengatakan dalam aturan tersebut disebutkan jika pimpinan KPK tidak boleh bertemu dengan sosok yang berperkara.
"UU KPK sudah begitu kan, dengan alasan apapun kata-katanya gitu kan, dengan alasan apapun tidak boleh ketemu, itu di pasal 36. Di pasal 65-nya di pidana 5 tahun," tuturnya.
Dia menyinggung soal adanya pengaduan masyarakat (dumas) yang masuk ke KPK sudah pasti ditangani. Sehingga, tidak boleh ada pimpinan KPK seperti apa yang diatur dalam pasal-pasal tersebut.
"Kalau kamu bicara kolektif kolegial nggak ada alasan lima pimpinan KPK tidak tahu kegiatan pimpinan yang lain. Iya dong kamu mau pergi ke mana saja mesti pamit, gue pergi kemana ngomong Pak Agus 'Pak Agus besok saya mau makan mi di sono' makan mie saja lapor, ketemu orang terdakwa di restoran kan repot karena langsung tidak langsung ketemu jadi perilakunya yang bagaimana secara kolektif dikontrol oleh empat pimpinan lain," jelasnya.
Selain Saut, saat ini Polda Metro Jaya juga memeriksa tiga orang pejabat eselon I di Kementerian Pertanian dan dua ajudan pejabat itu dalam kasus tersebut. Namun, belum diketahui apakah para saksi tersebut sudah hadir atau belum di Polda Metro Jaya.
Diketahui, nama eks Mentan SYL terseret kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK saat pengusutan di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2021 lalu. Kasus ini berawal dari adanya pengaduan masyarakat (dumas) ke Polda Metro Jaya soal dugaan pemerasan pada (12/10).
Kendati demikian, polisi enggan mengungkapkan siapa sosok yang membuat dumas tersebut. Ia berdalih hal ini demi menjaga kerahasiaan pelapor.
"Untuk pendumas atau yang melayangkan dumas yang diterima 12 agustus 2023 kami menjaga kerahasiaan pelapor untuk efektifitas penyelidkan," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Kamis (5/10).
Selanjutnya, Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah untuk memverifikasi dumas tersebut. Setelahnya, pada (15/10) polisi menerbitkan surat perintah pulbaket sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas dumas itu.
"Dan selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 2023 telah diterbitkan surat perintah penyelidikan sehingga kemudian tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian penyelidikan untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari dugaan tindak pidana yang dilaporkan yang dimaksud," ungkapnya.
Kemudian, Ade mengatakan pihaknya mulai melakukan serangkaian klarifikasi kepada sejumlah pihak mulai (24/10). Ade mengatakan selama proses penyelidikan, ada enam orang saksi yang diperiksa mulai dari SYL sopir, ajudan SYL, hingga Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar.
Setelah itu, penyidik akhirnya menaikan status kasus pemerasan tersebut ke penyidikan dari hasil gelar perkara pada Jumat (6/10). Artinya, ada tindak pidana yang dilakukan dalam kasus tersebut. Namun, hingga kini polisi masih merahasiakan sosok pelapor maupun pimpinan KPK yang dimaksud.
Dalam proses penyidikan, polisi juga sudah memeriksa sejumlah saksi yang di antaranya adalah SYL hingga Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.