Jakarta, Gatra.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan kekecewaannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja mengabulkan permohonan untuk mengubah syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Koordinator Pusat BEM SI, Kerakyatan dan sekaligus Ketua BEM UNIV Lambung Mangkurat, Ahmad Nurhadi, mengatakan, putusan MK mengenai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sangat inkonsisten dan politis.
"Kami dan SI kerakyatan menyatakan sikap, kekecewaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," ucap Ahmad Nurhadi bersama para perwakilan BEM SI lainnya di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (16/10).
Patut diketahui, MK mengabulkan sebagian dari permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam permohonan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru, batas usia minimal capres-cawapres tetap pada usia 40 tahun tapi, ditambahkan frasa "atau yang pernah/sedang menjabat sebagai Kepala Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota".
Dengan dikabulkannya permohonan ini, seseorang di bawah umur 40 tahun boleh mencalonkan diri sebagai capres-cawapres selama mempunyai pengalaman menjabat sebagai kepala daerah.
BEM SI menilai, keputusan MK tersebut merupakan kemunduran dari semangat Reformasi yang lahir pada tahun 1998 usai para mahasiswa memperjuangkan demokrasi yang saat itu dikekang oleh pemerintahan Soeharto. Keputusan MK itu juga dikatakan menjadi bukti lahirnya dinasti politik baru.
"Hari ini, kita kembali menemukan fenomena yang sama, yaitu lahirnya oligarki baru yaitu mahkamah keluarga Joko Widodo," kata Ketua BEM Paramadina, Afiq Naufal.
Afiq menyerukan agar Presiden Jokowi berhenti cawe-cawe untuk melanggengkan kekuasaannya, baik dengan mengubah konstitusi melalui MK atau mengupayakan langkah politik putra pertamanya, Gibran Rakabuming Raka.
"Pak Jokowi, kami peringatkan, negara kita adalah negara hukum, kita bukan negara kekuasaan. Jangan pakai hukum untuk terus melanggengkan kekuasaan. Dan, jangan pakai kekuasaan untuk mengubah hukum dengan seenaknya," seru Ketua BEM UI, Melki Sedekhuang.
Melki pun menegaskan, putusan mengenai batas usia peserta pemilu bukan ranah dan wewenang MK selaku lembaga yudikatif. Ia pun menyerukan agar masyarakat tidak lupa dengan kedekatan keluarga yang mengisi tatanan penegakan hukum Indonesia saat ini. Seperti yang diketahui, Hakim Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Jokowi.
"Kami rasa gelombang penolakan harus segera dinaikkan. Seluruh elemen masyarakat harus bergerak, bersuara, dan melawan," Melki menyerukan.
Sebelum menutup orasinya, BEM SI mengabarkan dan mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk ikut berdiskusi dan berkonsolidasi dengan mereka pada tanggal 17 Oktober 2023 di kampus Politeknik Negeri Jakarta. Kemudian, BEM SI menyerukan dan mengundang masyarakat untuk ikut turun ke jalan menggaungkan penolakan terhadap putusan MK ini.
"Kami pun mengundang seluruhnya elemen masyarakat sipil untuk menggaungkan penolakan. Silakan penuhkan jalanan dengan demonstrasi sepanjang tanggal 20 Oktober 2023," ucap Melki.