Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap dua tersangka yakni Menteri Pertanian RI periode 2019-2024 Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI, Muhammad Hatta (MH).
Keduanya menyusul tersangka Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) yang terlebih dulu ditahan. Ketiganya diduga melakukan korupsi berupa secara bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan termasuk ikutserta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan.
“Dari analisis dan kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka SYL dan Tersangka MH untuk masing-masing 20 hari pertama terhitung 13 Oktober 2023 hingga 1 November 2023 di Rutan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10).
SYL diduga membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya. SYL memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.
“SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa,” jelas Alex.
SYL juga diduga memaksakan para ASN di Kementerian Pertanian dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status jabatannya apabila tidak bisa memenuhi perintahnya.
“KS dan MH selalu aktif menyampaikan perintah SYL dimaksud dalam setiap forum pertemuan baik formal maupun informal di lingkungan Kementerian Pertanian,” ujar Alex.
Alex menambahkan, sumber uang yang digunakan ASN untuk SYL di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
“Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4000 sampai dengan USD10.000,” tuturnya.
“Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan dari SYL dilakukan rutin tiap bulannya dengan menggunakan pecahan mata uang asing,” imbuhnya.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.