Jakarta, Gatra.com - Isu kabar penggeledahan rumah Ketua KPK, Firli Bahuri lagi-lagi muncul di tengah penyidikan kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Kabar tersebut menyebutkan jika Polda Metro Jaya tengah melakukan penggeledahan di rumah Firli yang berada di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/10) malam berbarengan dengan penangkapan SYL di KPK. Meski begitu, Polda Metro Jaya membantah adanya kegiatan penggeledahan yang dilakukan penyidik.
"Belum (penggeledahan)," singkat Direktur Reskrimsus Polda Metro Kombes Ade Safri Simanjuntak saat dihubungi melalui pesan tertulis, Jumat (12/10).
Ade tak menjawab lebih lanjut apakah ada rencana penggeledahan dalam kasus yang sudah dinaikkan statusnya ke penyidikan ini. Isu penggeledahan juga beredar di kalangan awak media pada Senin (9/10). Penggeledahan dilakukan di rumah dan ruang kerja Firli Bahuri.
Namun, Ketua RW tempat Firli tinggal, Irwan Anwar membantah soal informasi penggeledahan tersebut.
"Tidak benar, tidak ada kegiatan apa-apa di rumah beliau. Biasanya kan kalau ada kegiatan pasti dilaporkan ke kita," kata Irwan kepada wartawan, Selasa (10/10).
Selanjutnya, penggeledahan juga disebut dilakukan di ruang kerja Firli. Namun, hal tersebut dibantah oleh KPK.
Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sempat angkat bicara soal isu penggeledahan dengan menyinggung upaya paksa dalam rangka penyidikan suatu perkara.
"Begini, terkait penyidikan, itu kan banyak hal yang dinamakan upaya paksa. Mana yang perlu, mana yang diinginkan, kita harus lengkapi administrasinya, baru kita laksanakan. Masih dalam proses," kata Karyoto kepada wartawan, Rabu (11/10).
Meski begitu, Karyoto tak menjelaskan lebih detail apakah penggeledahan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya benar sudah dilakukan atau tidak.
"Ada hal yang sifatnya, penyidikan itu semacam sistem ada laporan masuk ya diproses, diselidiki, dicari alat bukti, diklarifikasi. Kalau ada apa-apa gelar perkara, kan sudah dilaporkan, nggak ada yang baru," imbuhnya.
Diketahui, nama eks Mentan SYL terseret kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK saat pengusutan di Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus ini berawal dari adanya pengaduan masyarakat (dumas) ke Polda Metro Jaya soal dugaan pemerasan pada (12/8).
Kendati demikian, Ade enggan mengungkapkan siapa sosok yang membuat dumas tersebut. Ia berdalih hal ini demi menjaga kerahasiaan pelapor.
"Untuk pendumas atau yang melayangkan dumas yang diterima (12/8) kami menjaga kerahasiaan pelapor untuk efektifitas penyelidkan," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Kamis (5/10) malam.
Selanjutnya, Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah untuk memverifikasi dumas tersebut. Setelahnya, pada (15/8) polisi menerbitkan surat perintah pulbaket sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas dumas itu.
"Dan selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 2023 telah diterbitkan surat perintah penyelidikan sehingga kemudian tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian penyelidikan untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari dugaan tindak pidana yang dilaporkan yang dimaksud," ungkapnya.
Kemudian, Ade mengatakan pihaknya mulai melakukan serangkaian klarifikasi kepada sejumlah pihak mulai (24/8). Ade mengatakan selama proses penyelidikan, ada enam orang saksi yang diperiksa mulai dari SYL sopir, ajudan SYL, hingga Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar.
Setelah itu, penyidik akhirnya menaikan status kasus pemerasan tersebut ke penyidikan dari hasil gelar perkara pada Jumat (6/10). Artinya, ada tindak pidana yang dilakukan dalam kasus tersebut. Namun, hingga kini polisi masih merahasiakan sosok pelapor maupun pimpinan KPK yang dimaksud.
Dalam proses penyidikan, polisi juga sudah memeriksa sejumlah saksi yang di antaranya adalah SYL hingga Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.