Jakarta, Gatra.com,- Kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pesantren masih cukup banyak. Karena itu perlu adanya mekanisme pengawasan internal yang kuat agar tidak terjadi lagi kasus kekerasan di dalam institusi pendidikan berciri khas Islam tersebut.
Wacana itu terungkap dalam acara Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di PP Mahad Aly Al-Tamasi, Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Rabu (11/10). Pada acara bertema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" ini, pesantren diminta menerapkan standar mutu internal yang di antaranya meminimalisir adanya kekerasan dalam pendidikan.
Kasus kekerasan dalam institusi berlabel agama telah terjadi di lingkup lembaga pendidikan Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Yang terbesar adalah di lembaga pendidikan Islam, sebesar 91 persen dari 71 kasus menurut statistik tahun 2017-2021. Kasus kekerasan yang paling sering dilaporkan adalah kekerasan seksual sebanyak 43 kasus, disusul kekerasan fisik 19 kasus, dan kekerasan verbal atau ancaman sebesar 11 kasus.
Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghofarrozin mengatakan, masalah ini harus menjadi perhatian bagi pengelola pesantren agar dapat melakukan langkah preventif yang diperlukan. Saat ini Majelis Masyayikh tengah menyusun draf penjaminan mutu pesantren yang akan mengatur acuan mutu bagi penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Penjaminan mutu ini tetap memperhatikan kekhasan pesantren, bukan menyeragamkan.
Majelis Masyayikh adalah lembaga induk penjaminan mutu pesantren yang dibentuk berdasarkan UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dan menetapkan 9 orang anggota dari unsur pesantren di Indonesia. Pada saat ini Majelis Masyayikh tengah menyosialisasikan mekanisme penjaminan mutu pesantren berdasarkan UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Menurut Gus Rozin, salah satu indikator pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang ramah anak tanpa ada kekerasan di dalamnya. "Penguatan manajemen pesantren perlu didorong agar mekanisme pencegahan dapat dilakukan sebelum kasus-kasus terjadi," kata pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah ini.
Sebelumnya pesantren telah berkomitmen mengembangkan lingkungan pendidikan yang bebas kekerasan dan tempat aman bagi para santri. Hal ini kemudian diformalisasi dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. PMA ini kemudian didetailkan lagi dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4836 Tahun 2022 tentang Panduan Pendidikan Pesantren Ramah Anak.
Namun beberapa kasus masih terjadi, seperti di Yayasan Pesantren Tahfiz Madani, Cibiru, Bandung dan Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur. Terulangnya kasus-kasus ini harus disikapi dengan langkah pencegahan yang dilaksanakan oleh unit internal sebagai bagian dari mekanisme penjaminan mutu.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH. Abdul Ghofur setuju, pesantren harus menerapkan standar yang universal. Ini penting agar institusi ini tidak kehilangan kepercayaan masyarakat, menyusul beberapa peristiwa kasuistik yang terjadi.
Gus Ghofur menjelaskan, Majelis Masyayikh adalah lembaga yang merepresentasi pondok pesantren, dan isinya berasal dari kalangan pesantren sendiri. Dengan demikian mutu pesantren tidak didikte pemerintah, tetapi menggunakan ukuran yang telah disusun Majelis Masyayikh dengan tanpa mengesampingkan kekhasan yang sudah ada.
Majelis Masyayikh saat ini tengah menyusun draft penjaminan mutu bagi pesantren, pasca pengakuan pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Majelis ini akan bertindak sebagai penjamin mutu eksternal yang akan berkoordinasi dengan penjamin mutu internal dalam melaksanakan quality control pendidikan pesantren.
Praktik operasionalnya nanti, unit pesantren harus membentuk Dewan Masyayikh yang bersama Majelis Masyayikh merumuskan kebijakan untuk meningkatkan mutu pesantren dalam berbagai segi. Dewan Masyayikh di level satuan pendidikan akan menjadi implementor penjaminan mutu di lingkup instutusi pendidikan berdasarkan ketentuan yang disusun bersama.
Dengan adanya standar mutu universal, diharapkan pesantren di seluruh Indonesia dapat terus meningkatkan mutu pendidikan dan tetap menjaga kekhasan serta keunggulan yang dimiliki masing-masing pesantren. Selain itu pesantren juga akan semakin diakui sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional.