Jakarta, Gatra.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membacakan vonis terhadap Shirly Prima Gunawan, terdakwa kasus penipuan, penggelapan, dan pemalsuan terkait surat izin usaha perdagangan (SIUP). Terdakwa diputus bersalah dan divonis satu tahun pidana percobaan.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam melakukan tindak pidana penipuan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Shirly Prima Gunawan dengan pidana penjara selama satu tahun,"kata Ketua Majelis Hakim Samuel Ginting, Selasa, (10/10).
Kemudian, pada penetapan selanjutnya hakim ketua menetapkan putusan pidana tersebut tidak usah dijalani hingga di kemudian hari. "Ada ketentuan hakim yang mengatakan lain disebabkan karena terpidana melakukan pidana masa percobaan dua tahun terakhir," ujar Hakim Ketua Samuel Ginting.
Hakim Ketua Samuel Ginting mempersilakan jaksa untuk menyatakan sikap. Yakni banding atau tidak banding atas vonis tersebut.
Korban/Pelapor Rizky Ayu Jessica, melalui kuasa hukumnya, Martin Lukas Simanjuntak kecewa dengan vonis majelis hakim. Martin mengatakan vonis itu memperkuat dugaan ada yang tidak beres dalam memutus keadilan pada kasus tersebut.
"Bagaimana seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak pidana Penipuan, terbukti secara sah dan meyakinkan (divonis) satu tahun tapi ada embel-embelnya, pidana bersyarat tidak perlu dijalankan," kata Martin saat menanggapi vonis usai sidang.
Martin mengaku akan mendesak pelapor dan korban untuk mengusut putusan yang tidak berkeadilan itu. Martin menekankan putusan majelis hakim aneh.
Keanehannya, kata dia, berawal dari peralihan terdakwa dari tahanan menjadi tahanan rumah, lalu pada saat divonis bersalah hukuman pidana penjara tidak perlu dilakukan (pidana bersyarat) Maka itu, dia mewakili kliennya meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengajukan banding.
"Sekarang vonisnya bersalah tapi menurut Majelis Hakim Tidak perlu menjalankan pidana penjara, makanya kalau sesuai dengan kalkulasi dan rumus jaksa apabila vonis hakim dibawah sepertiga surat Tuntutan Jaksa Penuntut umum maka JPU harus banding kalau enggak banding aneh juga," ujar Martin.
Terakhir, dia menegaskan indikasi kode senyap yang terealisasi dalam persidangan kasus ini akan ia buktikan. Bukti itu dipastikan akan diajukan nantinya saat mengajukan upaya hukum lain.
"Karena enggak boleh dalam negara hukum terjadi seperti ini. Pasti kita akan tindak lanjuti nanti," tegasnya.
Vonis majelis hakim ini jauh di bawah tuntutan JPU. Sebelumnya, JPU Ibnu Suud menuntut terdakwa Shirly Prima Gunawan dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara. Tuntutan ini terkait Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan.
"Menuntut terdakwa dengan amar putusan selama dua tahun enam bulan," kata JPU Ibnu Suud saat membacakan tuntutan dalam ruang sidang Prof. Dr. Mr. R. Wirjono Prodjodikoro, Selasa (10/10).
Hakim ketua Samuel Ginting menekankan kembali tuntutan JPU tersebut. Hakim ketua mengatakan jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan menyatakan bersalah yang pada pokoknya menuntut terdakwa melakukan tindak pidana penipuan.
"Terdakwa dituntut dua tahun enam bulan dikurangi masa penahanan. Dibebani biaya perkara Rp2 ribu," ujar hakim ketua.
Kasus ini berawal dari adanya jaminan bisnis tas bermerek sebesar Rp18 miliar melalui surat pernyataan hutang yang akhirnya tidak terealisasikan pembayarannya. Terdakwa Shirly Prima Gunawan memberikan bilyet giro atau giro kosong atau ditolak oleh otoritas Bank.
Akibat tindakan terdakwa, korban mengalami kerugian sebanyak 17 tas branded dengan merek Dior, Hermes, Chanel dan lainnya sesuai yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Perkara Pidana Nomor 136/Pid.B/2023/PN. JKT SEL. Perkara ini menyebabkan korban mengalami kerugian secara materill dan imateriil.