Medan, Gatra.com - Meski sudah tak muda lagi, semangat lelaki 78 tahun ini untuk menggelorakan industri sawit yang lebih berkualitas, masih terus menggebu.
Tengoklah tiga hari lalu. Di hadapan banyak orang di salah satu ruangan di lantai dua Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention, Medan, Sumatera Utara (Sumut), ayah tiga anak ini benar-benar mengupas apa dan seperti apa industri kelapa sawit Indonesia dewasa ini beserta kearah mana masa depannya.
Kebetulan, Sahat hadir dan menjadi pembicara di sana, bertepatan dengan acara Indonesia International Palm Oil Conference ke-9 yang digelar pada 4-6 Oktober.
Bahwa menurut lelaki kelahiran Samosir, Sumut ini, level tanaman asal Mauritius Afrika Barat yang telah memberi makan dunia itu, sudah harus naik kelas dari loyang menjadi emas.
Tak berlebihan bila Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) ini mengatakan begitu. Sebab teramat banyak kebaikan sawit yang selama ini diterlantarkan, nutrisi dibuang-buang.
“Dan anehnya, minyak sawit kita dewasa ini malah ditambah vitamin A (impor) untuk fortifikasi minyak goreng," katanya.
Secara alami, sawit mampu menyerap karbon dioksida hingga 64,5 ton per hektar per tahun, menghasilkan 18,7 ton oksigen per hektar per tahun dan kaya akan fitonutrien (pro vitamin A dan Vitamin E).
"Dari sisi makanan, dia enggak hanya penurun lemak jahat di dalam tubuh (LDL) tapi juga mengandung nutrisi mikro yang sangat kaya. Ada karotenoid, tokoferol, fitosterol, squalena, fosfolipid, co enzim Q10 hingga polifenol," magister ilmu kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengurai.
Sampai di sini, Sahat jadi ingat waktu dia presentasi pada Konfrensi Sawit Dunia pada September tahun lalu di Kuala Lumpur, Malaysia.
Di sana, Sahat mengajak semua orang yang ada di ruang konfrensi itu untuk berpikir dan merasa perlu untuk mendefinisikan ulang minyak sawit itu sebetulnya seperti apa untuk Oleofoods dan juga sebagai bahan baku bio-fuel.
"Sudah saatnya kita mereposisi minyak sawit dari loyang menjadi emas. Mari bangun dan tunjukkan pada dunia bahwa sawit Indonesia itu bukan produk rendahan, bukan abal-abal!" katanya kepada orang yang hadir di lantai dua tadi.
Lagi-lagi, Sahat tak main-main mengatakan begitu. Tengoklah minyak olive oil yang kadar vitamin E nya cuma dikisaran 25 -40 ppm, justru sudah dihargai Rp 362.513 per 500 ml.
"Lalu minyak sawit yang kadar vitamin E nya antara 950 ppm-1100ppm, dihargai berapa dong?," sambil nyengir dia bertanya.
Dengan kandungan vitaminnya yang sebesar itu, tak aneh kalau dalam sebuah acara di Pennsylvania Amerika Serikat, Dr. Mehmet OZ sampai berujar begini; manfaat kesehatan dari minyak zaitun telah digembar-gemborkan selama ratusan tahun. Baru-baru ini, minyak kelapa menjadi populer dan dipuji oleh banyak orang sebagai rajanya minyak. Namun, minyak apa pun yang Anda pilih - apakah itu minyak zaitun, kelapa, almond, kanola, kacang tanah, sofflower, kenari, atau bahkan minyak alpukat - tidak ada yang bisa menandingi khasiat nutrisi yang kuat dari minyak buah sawit merah organik murni.
"Yang membikin minyak sawit semakin unik, di sektor energi, minyak sawit sama dengan minyak fosil bila elemen carboxyl nya dieliminasi. Sebab minyak sawit punya gugus karbon dari C6-C22, sama seperti bahan bakar fosil. Wajar kan kalau minyak sawit ini adalah emas?" Sahat berujar.