Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah buka suara terkait dugaan nasabah pinjaman online (pinjol) meninggal bunuh diri yang viral di jagat maya.
Menurut, Kuseryansyah jika berita viral mengenai korban bunuh diri yang diduga akibat teror debt collector AdaKami ini tidak terbukti kebenarannya, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi industri peer-to-peer lending (P2P).
“AFPI ingin menjaga industri bertumbuh sehat, dipercaya masyarakat untuk memperkuat fungsi industri fintech lending yakni meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat underbaked dan underserved termasuk UMKM," kata Kuseryansyah dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (6/10).
Kuseryansyah juga mengatakan, AFPI masih terus mendampingi proses mencari kebenaran akan berita viral yang mengaitkannya dengan AdaKami sebagai salah satu anggota AFPI.
Terkait perhitungan biaya pinjaman, lanjut Kuseryansyah, berdasarkan hasil penelusuran AFPI, yang berlaku di AdaKami tidak ada pelanggaran. Namun AFPI mendorong AdaKami untuk melakukan tinjauan kembali terhadap produk yang ditawarkan dengan perhitungan bunga yang disesuaikan dengan panjangnya tenor.
Baca juga: AdaKami Buka-Bukaan Hasil Investigasi Dugaan Nasabah Meninggal Bunuh Diri
"Sekali lagi kami tekankan, AFPI terus menjaga agar seluruh anggota mematuhi ketentuan yang berlaku di industri termasuk mengenai biaya pinjaman dan proses penagihan," kata Kuseryansyah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum AFPI terpilih periode 2023 - 2026 Entjik S. Djafar yang juga CEO DanaRupiah mengatakan, mengenai besaran biaya pinjaman atau lazim disebut bunga pinjaman online, AFPI telah member batasan tingkat bunga kepada para perusahaan yakni maksimal sebesar 0,4% per hari untuk pinjaman jangka pendek yakni pinjaman multiguna/cash loan, sedangkan pinjaman produktif/ UMKM yang jangka panjang dikenakan biaya sekitar 0,03% - 0,06% per hari atau 12% - 24% per tahun.
"Jika lebih dari 0,4 persen per hari untuk biaya pinjaman jangka pendek berarti melanggar code of conduct industri. Aturan mengenai besaran biaya pinjaman ini sudah mengikuti ketentuan dari OJK sebagai regulator industri fintech P2P lending," kata Entjik.
Untuk diketahui, telah beredar berita di media sosial dan media massa mengenai adanya dugaan korban bunuh diri, teror penagihan, dan tingginya bunga atau biaya pinjaman. OJK juga diketahui telah melakukan pemanggilan terhadap AdaKami untuk melakukan klarifikasi terhadap berita yang beredar dalam satu minggu ini.
Dari pemanggilan tersebut, diketahui bahwa pihak AdaKami telah melakukan investigasi awal untuk mencari debitur berinisial “K" yang marak diberitakan, namun belum menemukan debitur yang sesuai dengan informasi yang beredar.
"AdaKami juga menyampaikan bahwa telah memeriksa pengaduan-pengaduan mengenai petugas penagihan (debt collector) yang menggunakan pesanan makanan atau barang fiktif untuk meneror peminjam, namun belum menemukan bukti lengkap," ungkap OJK beberapa waktu lalu.
Sementara mengenai bunga pinjaman yang dilaporkan terlalu tinggi, jelas OJK, AdaKami menyampaikan bahwa rincian bunga dan biaya-biaya yang dikenakan telah diinformasikan kepada konsumen sebelum konsumen menyetujui pembiayaan.