Home Hukum MA Diminta Teliti Surat Keberatan dari KPN YM soal Pengajuan Merek

MA Diminta Teliti Surat Keberatan dari KPN YM soal Pengajuan Merek

Jakarta, Gatra.com – Sekjen Matahukum, Mukhsin Nasir, meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) segera meneliti dugaan surat keberatan atas permohonan pengajuan merek yang disampaikan pimpinan PN Parigi, YM, ke Direktorat Jendral (Ditjen) Kekayaan Intelektual.

Mukhsin di Jakarta, Kamis (5/10), menyampaikan, Kemenkum HAM harus meneliti surat permohonan keberatan tersebut karena tidak menutup kemungkinan yang bersangkutan bisa memanfaatkan jabatannya untuk memengaruhi kebijakan.

“Bisa juga ketua PN Parigi tersebut memanfaatkan jabatannya untuk memengaruhi kebijakan di Ditjen Kekayaan Hak Intelektual untuk ambisinya atau kepentingan pribadinya,” kata dia.

Ia menyampaikan demikian, karena yang bersangkutan merupakan hakim aktif dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak boleh memiliki bisnis atau usaha. Terlebih lagi ikut melayangkan surat keberatan atas permohonan pengajuan suatu merek.

“Ketua PN Parigi dan istrinya tidak boleh berbisnis meskipun tidak ada larangan tegas bagi PNS untuk memiliki usaha sampingan,” ujarnya.

Menurutnya, ini soal etika yang mengikat hakim dalam menjalankan usaha saat masih berstatus sebagai PNS seperti yang diduga dilakukan YM. Sebelumnya, Pasal 3 PP Nomor 30 Tahun 1980 secara eksplisit mengatur bahwa PNS dilarang melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi, maupun sambilan.

Selain itu, lanjut dia, dilarang menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon.

Meskipun saat ini secara hukum tidak ada lagi larangan yang tegas bagi PNS untuk berwirausaha, menurut Mukhsin, tetap ada etika yang harus ditaati karena ASN tidak hanya terikat oleh ketentuan perundang-undangan, tetapi juga oleh asas-asas umum pemerintahan yang baik.

“Tetap harus ada etika yang dipegang teguh. Pertama, izin dari atasan tetap diperlukan. Kemudian, mengenai konflik kepentingan dan, juga terkait kepatutan,” ujarnya.

Mukhsin menjelaskan, dalam pengajuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) masih mensyaratkan suami/istri PNS/POLRI/TNI wajib melampirkan surat keterangan dari atasan langsung. Persyaratan ini berlaku untuk pengajuan pendirian PT, Koperasi, Perusahaan Persekutuan maupun Perusahaan Perorangan.

Menurutnya, begitu juga untuk perusahaan pemegang SIUP yang akan membuka kantor cabang atau kantor perwakilan dan perusahaan yang dibebaskan dari kepemilikan SIUP.

“ASN golongan ruang III/d ke bawah, serta isteri dari ASN wajib mendapat izin tertulis dari atasannya apabila memiliki kegiatan usaha,” katanya.

Ia menyampaikan, atasannya juga dapat menolak permintaan izin atau persetujuan yang diajukan bawahannya apabila pemberian izin atau persetujuan itu akan mengakibatkan ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan atau dapat merusak nama baik instansinya.

“Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Kekayaan Intelektual harus mencabut surat keberatan atas permohonan merk dari ketua PN Parigi,” ujarnya.

Sementara itu, Pengacara Wijaya and Patner Law Firm telah melaporkan YM selaku Ketua PN Parigi ke Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor 207/TH-FTC/PDBWS/W&P/IX/2023.

Rani Sisco dari kantor tersebut menyampaikan, pihaknya melaporkan YM karena MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman.

Ia kepada wartawan mengungkapkan bahwa OH yang merupakan istri YM diduga melakukan pemalsuan merek. “Kami selaku kuasa hukum Teni Hargono juga telah melaporkan adanya dugaan pemalsuan merk ke Polda Bali,” ujar Rani Sisco.

Selain ke MA, lanjut dia, pihaknya melaporkan YM ke Komisi Yudisial (KY). Laporan tersebut bernomor 209/TH-FTC/PDBWS/W&P/IX/2023. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

94