Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Indonesia telah mengakui pendidikan khas pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan Indonesia. Hal ini ditabdai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren,
Pengakuan ini jiuga berdampak pada pengakuan ijazah yang dikeluarkan lebaga poendidikan kepesantrenan, dan alumninya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di sekolah mana pun, dan dapat melamar pekerjaan di institusi mana pun, tanpa harus melakukan ujian persamaan atau penyetaraan.
Namun sampai saat ini, belum ada sistem penjaminan mutu yang diberlakukan untuk semua pesantren di Indonesia. Hal ini terungkap dalam acara Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di PP Hamalatul Qur'an al-Falakiyah Pagentongan, Loji, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/10).
Pada acara bertema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" ini, Lembaga penjamin mutu pesantren yang dinamai Majelis Masyayikh menekankan pentingnya standar baku nasional agar alumni pesantren memiliki kualitas yang terukur.
Majelis Masyayikh dibentuk pertama kali dengan masa khidmat 2021-2026 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dan menetapkan 9 orang anggota yang berasal dari unsur pesantren di Indonesia dan ada unsur pemerintah. Hadirnya unsur pemerintah diperlukan untuk memberikan pandangan, dan membantu sinkronisasi dan harmonisasi dokumen dengan regulasi sistem pendidikan nasional.
Anggota Majelis Masyayikh Badriyah Fayumi mengatakan, sudah saatnya pesantren mengadaptasi standar mutu terpadu agar kepercayaan publik tetap terjaga. "Dengan pengakuan pemerintah secara penuh, berarti pesantren memiliki tanggung jawab untuk menjaga kualitas agar tidak mengecewakan publik," kata pengasuh pesantren Darul Qur’an Wa al-Hadits, Pondok Gede, Bekasi ini.
Menurutnya, pesantren telah menjadi pusat transmisi ilmu-ilmu keislaman serta menjadi basis peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia. Tetapi saat ini pesantren memiliki akses lebih luas terkait peluang kerja yang luas di perusahaan-perusahaan dan instansi lain di Indonesia.
Hal ini adalah angin segar karena dalam sejarahnya selama ratusan tahun pesantren tidak dianggap sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Selama ini publik tidak sedikit pun meragui kredibilitas pendidikan pesantren, sebab di dalamnya dipenuhi dengan sistem yang terstruktur. "Kepercayaan publik ini harus dijaga dengan cara menjaga mutu secara internal," katanya.
Anggota Majelis Masyayikh lainnya, KH. Tgk. Faisal M Ali menjelaskan, mekanisme penjaminan mutu yang akan dilakukan pesantren. Lembaga pesantren harus membentuk Dewan Masyayikh. Kemudian Dewan Masyayikh ini bersama Majelis Masyayikh merumuskan kebijakan untuk meningkatkan mutu pesantren dalam berbagai segi.
Majelis Masyayikh berposisi sebagai lembaga penjamin mutu di tingkat pusat yang memfasilitasi pesantren di seluruh Indonesia mempertahankan kekhasannya, dan pada saat yang sama mengadopsi berbagai muatan lain yang relevan. Sementara Dewan Masyayikh di level satuan lembaga akan menjadi implementor penjaminan mutu di lingkup instutusi pendidikan.
“Dewan Masyayikh bukanlah lembaga di luar pesantren, melainkan lembaga penjaminan internal yang ada di dalam pesantren itu sendiri. Dewan Masyayikh ini memiliki anggota yang diakui oleh Majelis Masyayikh,” tandas pengasuh pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Sibreh, Aceh Besar ini.
Dengan adanya standar baku mutu universal, diharapkan pesantren di seluruh Indonesia dapat terus meningkatkan mutu pendidikan dan tetap menjaga kekhasan serta keunggulan yang dimiliki masing-masing pesantren.
Selain itu pesantren juga akan semakin diakui sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Hal ini akan mengukuhkan kontribusi pesantren dalam mencetak generasi penerus yang berkarakter dan memiliki keilmuan yang baik.