Bangkok, Gatra.com – Pihak kepolisian Bangkok mengungkapkan bahwa remaja Thailand yang dicurigai membunuh dua orang asing dalam penembakan di mal Bangkok, menderita gangguan psikologis atau kelainan jiwa dan sengaja memodifikasi pistol yang berpeluru kosong, dirancang dapat diisi peluru tajam.
Reuters, Rabu (4/10) melaporkan, kekacauan terjadi di mal Siam Paragon di Bangkok pada hari Selasa. Ratusan orang melarikan diri ketika suara tembakan terdengar --dalam kekerasan bersenjata terbaru melanda negara itu dalam tiga tahun terakhir.
Dua wanita asal Tiongkok dan Myanmar tewas, dan lima orang terluka – dua warga asing dan tiga warga negara Thailand.
Tersangka pria bersenjata, berusia 14 tahun, ditangkap pada Selasa malam.
Polisi mengatakan pelaku telah menjalani perawatan psikologis dan tidak meminum obat yang diresepkan, pada hari terjadinya penembakan.
“Polisi sedang menyelidiki latar belakang bocah tersebut dan berencana untuk berbicara dengan teman-teman game online tentang kondisi mentalnya,” kata kepala polisi nasional Torsak Sukvimol. Ia menambahkan bahwa tidak biasanya menangkap seorang penembak dalam keadaan hidup-hidup.
“Kami harus menyelidiki tersangka apakah dia pernah melakukan kekerasan dan agresif sebelumnya,” katanya dalam sebuah wawancara televisi.
“Tersangka mengalami gangguan psikologis, dan ini sesuai dengan profil penembak aktif,” kata Torsak. Ia mengaku telah menanyai anak laki-laki yang ditahan tersebut.
Baca Juga: Tentara Thailand Serang Mal, 21 Orang Tewas
“Awalnya saya berbicara dengannya untuk menenangkannya… dia sepertinya mendengar seseorang berbicara kepadanya, dia mendengar sesuatu, suara yang dia katakan menyuruhnya untuk menembak,” tambahnya.
Seorang perwira polisi senior, Mayor Jenderal Samran Nuanma, mengatakan remaja tersebut telah memodifikasi senjata yang dirancang untuk digunakan dalam senjata dengan peluru tajam.
Media Thailand melaporkan bahwa ketika polisi menggeledah kamar tersangka di sebuah townhouse di lantai 2,5, mereka menemukan sebuah airsoft gun, banyak butir amunisi, termasuk 49 peluru 9 mm dan 15 peluru bekas dengan berbagai ukuran. Dia tinggal bersama orang tuanya, yang berprofesi sebagai profesor.
Polisi juga menemukan video di teleponnya yang menunjukkan dia menggunakan senjata api.
Media The Nation melaporkan bahwa orang tua tersangka tidak mengetahui asal usul senjata dan amunisi tersebut.
Dalam menyampaikan belasungkawa mereka kepada keluarga para korban, manajemen Siam Paragon berjanji untuk menanggung biaya pengobatan mereka dan memberi mereka sejumlah kompensasi, sebagaimana dilaporkan penyiar Thai PBS World.
Salah satu penjaga keamanan mal termasuk di antara yang terluka.
Diketahui, penembakan massal jarang terjadi di Thailand, namun kekerasan senjata dan kepemilikan senjata adalah hal biasa.
Aturan mengenai kepemilikan sangat ketat, namun senjata api dapat dimodifikasi dan diperoleh secara ilegal, dan banyak yang diselundupkan dari luar negeri.
Baca Juga: Pria Bersenjata Tembak Mati 30 Orang di Penitipan Anak di Thailand
Kekerasan itu terjadi tiga hari sebelum peringatan satu tahun serangan senjata dan pisau selama berjam-jam yang dilakukan oleh seorang mantan polisi, yang kemudian menembak dirinya sendiri hingga tewas. Serangan di kota timur laut Thailand menyebabkan kematian 35 orang, termasuk 22 anak-anak di taman kanak-kanak.
Pada tahun 2020, seorang tentara menembak dan membunuh sedikitnya 29 orang dan melukai 57 orang dalam amukan yang terjadi di empat lokasi di sekitar kota Nakhon Ratchasima di timur laut.
Penembakan terbaru terjadi ketika pemerintah baru mencoba untuk menstimulasi perekonomian yang terpuruk, dengan meningkatkan kunjungan wisatawan di salah satu tempat wisata paling populer di Asia, termasuk dengan menawarkan masuk bebas visa kepada warga negara Tiongkok.
Perdana Menteri Srettha Thavisin menyampaikan belasungkawa atas kematian tersebut dalam pidato pembukaan di acara teknologi yang diselenggarakan oleh Siam Paragon, yang dibuka kembali untuk bisnis pada hari Rabu.
Tiongkok merupakan pasar penting bagi industri pariwisata Thailand, dan menyumbang seperempat dari rekor jumlah pengunjung yang mencapai hampir 40 juta orang pada tahun 2019 sebelum pandemi.
Kedutaan Besar Tiongkok di Bangkok menyatakan penyesalannya atas kejadian tersebut. Dikatakan bahwa Srettha telah menelepon duta besarnya untuk memberikan jaminan penyelidikan menyeluruh dan untuk memperkuat manajemen keselamatan publik guna menawarkan lingkungan yang aman bagi orang-orang Tiongkok yang bepergian ke Thailand.